Contact

Rizky maulana / Sofi Pujiastuti

telp 08112240196 / 081320140019

email Rizfajzan @ gmail

twitter follow@AlfabbyRizky

Pasar Soreang Blok I & II E ( Hj Wewen ) Soreang Bandung

No Rek 13000 - 1122 - 4030 Bank mandiri Cab Soreang - Bandung

Hari kerja Senin - Jum'at ( kecuali hari Libur Nasional)

Jam kerja 08.00 - 16.00 WIB

Kamis, 25 November 2010

Harga Emas Dan Uang Dari Awang-Awang Bank Sentral...

Harga Emas Dan Uang Dari Awang-Awang Bank Sentral... PDF Print E-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Selasa, 23 November 2010 07:08
Bagi Anda dan saya, umumnya kita hanya bisa menambah asset  dengan bekerja keras kemudian mendapatkan gaji bagi yang bekerja atau mendapatkan untung bagi yang berwirausaha. Perusahaan-pun demikian, asset bersih-nya hanya bertambah bila perusahaan bekerja keras dan sukses mendapatkan untung. Tidak demikian halnya dengan institusi yang namanya bank sentral, mereka bisa mencetak uang dari awang-awang atau bahkan sama sekali tidak perlu mencetaknya – cukup mengetikkan beberapa digit angka di komputernya – bahwa asset mereka bertambah – maka asset mereka-pun bertambah !.

Mau lihat buktinya secara nyata ?, perhatikan grafik di bawah yang menunjukkan asset bank sentral Amerika atau yang disebut the Fed. Pada akhir 2008 ketika Amerika berada di puncak krisis finansialnya, tiba-tiba asset the Fed melonjak. Asset ini berupa piutang ke institutsi-institusi keuangan Amerika yang saat itu babak belur dihantam badai krisis. Lantas dari mana the Fed tiba-tiba memiliki kekayaan (uang) begitu banyak untuk aksi penyelamatan tersebut ?, ya itu tadi mencetaknya dari awang-awang ( dalam bahasa inggris sering disebut printing money from thin air) atau bahkan tidak perlu mencetaknya sama-sekali – cukup mengetikkan beberapa digit angka di komputer – lantas pasar menyebutnya dengan nama keren Quantitative Easing.

Fed BalanceSource : Cleveland Fed
 
Bagaimana sih sebenarnya mereka melakukan ini ?. Berikut adalah gambaran sederhananya dari cara kerja mereka.

Misalnya bank sentral suatu negara (dalam contoh saya gunakan the fed-nya Amerika saja biar tidak ada yang marah sama saya) kawatir dengan inflasi akan melanda negeri, maka the fed akan mengeluarkan surat hutang negara misalnya US$ X Milyar. Maka surat hutang ini rame-rame dibeli oleh masyarakat atau institusi keuangan. Uang yang semula ada di masyarakat atau institusi keuangan kini tersedot ke bank sentral. Yang tersedot bukan hanya US$ X Milyar tersebut, tetapi bisa sampai tiga kalinya – karena biasanya perbankan ‘menggandakan uang’nya melalui proses credit. Uang bank hasil money creation-nya perbankan inipun ikut tersedot oleh the Fed mana kala mereka mengeluarkan surat hutang tersebut.

Sebaliknya juga terjadi, dalam situasi dimana negeri dilanda  ancaman krisis yang sangat serius bahkan menuju resesi – maka the Fed melakukan hal yang sebaliknya dengan yang diatas. Kali ini mereka akan membeli surat hutang negara misalnya US$ X Milyar, lho darimana duit-nya ?, gampang – ya dari awang-awang tadi. Maka ‘uang baru’ dari awang-awang ini mengalir masuk ke system keuangan AS dan sampai ke pasar. Ketika sampai ke pasar jumlahnya bukan lagi US$ X Milyar, tetapi berlipat-lipat karena adanya proses money creation dunia perbankan melalui credit yang mereka berikan. Proses yang kedua inilah yang melatar belakangi grafik pertama tersebut diatas.

Masalah mungkin tidak terlalu runyam bila seandainya uang dari awang-awang tersebut dapat secara proporsional menggerakkan ekonomi riil berupa peningkatan  produk barang dan jasa yang tercermin dari naiknya GDP.  Namun ini nampaknya juga tidak terjadi di AS karena ketika Asset the Fed meningkat lebih dari 170% dari kisaran US$ 850 Milyar sebelum krisis ke kisaran US$ 2.3 trilyun pasca krisis, GDP negeri itu hanya tumbuh di kisaran 2 % saja !.

US GDP Source : Trading Economics
Artinya apa ?, uang yang digelontorkan oleh the Fed yang seharusnya menggerakan aktifitas ekonomi yang terukur dengan tumbuhnya GDP – ternyata pengaruhnya tidak significant. Memang untuk sementara berhasil mengatasi krisis yang tercermin pada pertumbuhan negatif GDP semasa krisis, kearah positif pasca krisis – namun karena pertumbuhan GDP yang tidak sebanding dengan uang dari awang-awang yang tercipta – timbulah masalah baru yaitu ancaman inflasi.

Bagaimana inflasi atau kenaikan umum harga-harga ini terjadi sebagai dampak dari penciptaan uang dari awang-awang  pernah saya tulis dua tahun lalu dengan tulisan yang berjudul Ilmu Moneter Yang Menghancurkan dan Yang Memakmurkan. Ringkasnya dapat digambarkan dengan formula yang disebut equation of exchange : M x V = P x Q.  M adalah jumlah uang, V adalah kecepatan putarannya, P adalah tingkat harga-harga dan Q adalah jumlah produk barang dan jasa.

P x Q terepresentasikan dengan GDP sperti dalam grafik kedua diatas. Kita tahu kini bahwa M meningkat drastis seperti tercermin dari grafik pertama, sedangkan V relatif tetap yang berarti tidak bisa mendongkrak Q – terbaca dari grafik kedua. Maka bila dalam suatu persamaan di sisi kiri meningkat tajam (karena faktor M), pada saat yang bersamaan salah satu faktor di sisi kanan relatif tetap (Q) – maka satu faktor yang lain di sisi kanan pasti meningkat tajam juga – yaitu P atau harga-harga atau disebut inflasi.

Lho tetapi menurut data resmi pemerintah AS Inflasi mereka rendah kok ?, itu kan kata pemerintah karena kepentingan politiknya. Beruntunglah rakyat Amerika karena disana ada seorang kakek yang rajin mempublikasikan data pembandingnya yang kini sangat popular dikenal dengan nama Shadow Government Statistics (SGS). Menurut data SGS ini, inflasi negeri itu bisa jauh lebih tinggi dari yang secara resmi di publikasikan oleh pemerintahnya. Perhatikan perbandingannya pada grafik ketiga dibawah.

SGS CPISource : Shadow Government Statistics
 
Ketika inflasi terjadi, ada indikator lain yang sangat akurat – bahkan tentu lebih akurat dari datanya SGS tersebut diatas – yaitu perkembangan harga emas. Perhatikan sekarang grafik harga emas dibawah yang saya beri latar belakang dari grafik pertama diatas.

 
Gold vs The FedSource : Kitco & Cleveland Fed
Sekarang Anda bisa melihatnya dengan sangat jelas, bahwa dampak dari penciptaan uang dari awang-awang the Fed secara perlahan tetapi pasti terkejar oleh kenaikan harga emas dunia yang sampai sekarang dinilai dalam US$ atau uang-nya the Fed.

Lantas bagaimana kedepannya ?. Yang jelas the Fed masih akan terus mencetak uang dari awang-awang bahkan dengan jumlah yang jauh lebih besar lagi melalui proses yang terkenal dengan Quantitative Easing 2 – maka dengan empat grafik diatas insyaAllah Anda bisa menduga secara relatif akurat kemana kira-kira arah pergerakan harga emas dunia pada tahun-tahun mendatang. Wa Allahu A’lam.

Deret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Menduga Harga Emas 10 Tahun Mendatang...

Deret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Menduga Harga Emas 10 Tahun Mendatang... PDF Print E-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Kamis, 18 November 2010 05:42
Tentang teori deret Fibonacci, saya pernah menulisnya hampir tiga tahun lalu untuk menggambarkan penurunan  nilai mata uang kertas. Kemudian saya juga telah menulis tentang teori peluruhan eksponensial sekitar 8 bulan lalu untuk menguatkan hal yang sama. Kini saya akan menggunakan dua teori tersebut untuk menjawab salah satu pertanyaan pembaca setia situs ini, yaitu seperti apa kiranya harga emas sepuluh tahun dari sekarang.

Sebelum saya uraikan aplikasi dari teori-teori tersebut, perlu saya jelaskan bahwa tidak ada seorang ahli-pun di dunia yang bisa mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi di masa yang akan datang – demikian pula dengan saya. Yang saya lakukan hanyalah mengolah data statistik harga emas dan nilai tukar Rupiah, kemudian menggunakannya dengan asumsi – bahwa peristiwa-peristiwa yang akan datang – tidak jauh berbeda dengan apa yang sudah pernah terjadi sebelumnya.

Untuk menduga harga emas 10 tahun yang akan datang, saya gunakan statistik harga emas dalam US$/Oz dan dalam Rp/Gram selama 40 tahun terakhir 1970 – 2010 yang sudah saya muat dalam tulisan tanggal 1 November 2010 di situs ini.

Dari statistik tersebut diatas, kita tahu bahwa seama 40 tahun terakhir – harga emas dunia rata-rata 2010 (sampai Oktober) dalam US$/Oz telah mengalami kenaikan sebesar 33 kali dibandingkan harga emas rata-rata tahun 1970; atau dalam Rupiah selama periode yang sama harga emas telah mengalami kenaikan sebesar 749 kali.  Dari data ini bila kita konversikan dengan bilangan Fibonacci (perkalian 1.618) dan waktu paruh US$ maupun Rupiah (yang berarti perkalian  2.0 untuk harga emas) ; maka selama  40 tahun terakhir dapat kita sarikan dalam tabel dibawah :

 
Deret FibonacciDeret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Menduga Harga Emas 10 Tahun Mendatang...

Cara membaca tabel diatas  adalah sebagai berikut :

·       Dalam kurun waktu 1970-2010; harga emas dalam US$ telah mengalami frekwensi Fibonacci sebanyak 7.05 dan dalam Rupiah sebanyak 13.5.
·       Rentang waktu (return period) dari satu titik Fibonacci ke titik berikutnya rata-rata selama 40 tahun terakhir  dalam US$ adalah 5.67 tahun sedangkan dalam Rupiah 2.96 tahun.
·       Dalam kurun waktu 1970-2010; harga emas bila dibeli dengan mata uang kertas telah berlipat dua (daya beli uang US$ maupun Rupiah tinggal separuh) sebanyak 4.85 kali (US$) dan 9.40 kali (Rupiah)
·       Selama 40 tahun terakhir, waktu paruh rata-rata mata uang kertas  adalah 8.25 tahun untuk US$ dan 4.26 tahun untuk Rupiah.

Dari rangkuman angka-angka statistik tersebut, dapat kita gunakan secara sederhana untuk menghitung berapa kira-kira harga emas sepuluh tahun yang akan datang baik dalam US$ maupun dalam Rupiah – dengan asumsi bahwa tidak terjadi pemburukan ekonomi dunia yang lebih parah dibandingkan dengan apa yang terjadi selama 40 tahun terakhir.

Deret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Estimasi Harga Emas 10 TahunDeret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Estimasi Harga Emas 10 Tahun

Dengan menggunakan pendekatan deret Fibonacci Harga Emas rata-rata   10 tahun yang akan datang dapat dihitung dari harga emas rata-rata tahun ini  x kelipatan Fibonacci (1.618) ^ (10 /return period Fibonacci). Hasilnya untuk US$ adalah US$ 2,789/Oz  dan dalam Rupiah adalah Rp 1,822,985/gram.

Bila kita gunakan teori peluruhan, maka harga emas rata-rata 10 tahun yang akan datang adalah sama dengan harga emas rata-rata tahun ini x 2 ^ (10/waktu paruh). Hasilnya untuk US$ adalah US$ 2,768/Oz dan dalam Rupiah adalah Rp 1, 831,898/gram.

Untuk memberi gambaran seberapa tinggi harga-harga tersebut dapat dibandingkan dengan tabungan US$ maupun tabungan Rupiah sebagai berikut :

·      Bila Anda menabung US$ 1,194 tahun ini (harga rata-rata emas dunia 2010 untuk 1 Oz), dengan hasil bersih rata-rata 1 % misalnya; maka 10 tahun yang akan datang uang Anda hanya menjadi US$ 1,319. Uang yang sama yang Anda rupakan emas menjadi antara US$ 2,768 – US$ 2,789 atau naik sekitar  2.2 kali dibandingkan dengan tabungan US$ Anda.
·      Bila Anda menabung Rp 359,000 (setara dengan harga 1 gram emas rata-rata tahun ini), maka bila tingkat hasil bersih rata-rata 6 % , setelah 10 tahun uang Anda akan menjadi Rp 749,000. Jumlah uang yang sama bila dirupakan emas akan bernilai antara Rp 1,822,985 - Rp 1,831,898    atau kurang lebih 2.6 kali dibandingkan yang ditabung dalam Rupiah.

Dari angka-angka diatas kita kemudian juga bisa menghitung pula bahwa harga Dinar saat itu (2020) insyaAllah akan berada di rentang rata-rata antara Rp 7,812,252/Dinar s/d Rp 7,850,445/Dinar.

Estimasi tersebut diatas adalah estimasi konservatif karena berasumsi bahwa tidak terjadi percepatan pemburukan ekonomi dunia dalam 10 tahun kedepan. Padahal kita tahu sejak beberapa tahun terakhir misalnya, daya beli US$ cenderung memburuk dengan cepat setelah berbagai langkah Quantitative Easing yang dilakukan oleh Federal Reserve-nya.  Jadi lebih besar peluang harga emas dunia untuk lebih tinggi dari perhitungan-perhitungan tersebut diatas – ketimbang peluangnya untuk lebih rendah.  Wa Allahu A’lam.

Senin, 08 November 2010

Ketika US$ Jatuh, Apa Yang Terjadi Dengan Rupiah dan Harga Emas...?

Ketika US$ Jatuh, Apa Yang Terjadi Dengan Rupiah dan Harga Emas...? PDF Print E-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Senin, 08 November 2010 08:17
Akhir September lalu ketika harga emas dunia mendekati angka psikologis US$ 1,300/Oz saya menulis tentang “Harga Emas : Tinggi Tetapi Tidak Ketinggian...”. Kini satu setengah bulan kemudian harga emas dunia terus melambung, jauh melewati angka psikologis US$ 1,300/Oz tersebut dan bisa jadi sedang menuju angka psikologis berikutnya. Mengapa seolah harga emas dunia ini begitu predictable ?, selain karena statistiknya begitu nyata, perilaku manusia-manusia yang mengendalikan daya beli US$ ini begitu mudah dibaca.

Jauh hari sebelum Quantitative Easing tahap 2 benar-benar diputuskan pekan lalu misalnya, pasar sudah menduganya – bahkan sampai ke angkanya yang hanya meleset sedikit (pasar menduga di kisaran US$ 500 Milyar, yang diputuskan  US$ 600 Milyar ). Jadi gejala jatuhnya daya beli US$ ini sebenarnya adalah terang benderang seterang siang hari, apalagi apabila dilihat dari kaca mata Qur’ani yang memang sudah menjanjikan akan dimusnahkannya Riba (QS 2 : 176).

Lantas bila jatuhnya daya beli US$ begitu nyata, apakah kita bisa melihat jatuhnya daya beli Rupiah ?. Tidak semua orang mungkin bisa melihat bahwa daya beli Rupiah juga sedang jatuh. Ini adalah karena adanya bias alat ukur, yaitu bila Rupiah diukur dengan US$ - maka nilai tukar Rupiah yang saat ini (08/11/2010) berada di kisaran Rp 8,900/US$ - kelihatan Rupiah seolah lagi perkasa. Mobil yang lagi berjalan mundur akan kelihatan berjalan maju, bila dilihat dari mobil lain yang berjalan mundur lebih cepat.

Kita hanya bisa tahu bahwa daya beli Rupiah juga lagi jatuh ketika kita pakai Rupiah tersebut untuk membeli kebutuhan riil sehari-hari yang terus bertambah mahal. Lebih kentara lagi bila digunakan untuk membeli barang-barang yang memiliki nilai baku sepanjang zaman seperti emas atau Dinar. Grafik dibawah adalah ilustrasinya.

IDRX, USDX and GoldPriceIDXR, USDX and GoldPrice
 
Grafik US$ Index adalah bila US$ dibandingkan dengan sekelompok mata uang kuat dunia, begitu pula grafik Rupiah Index. Di latar belakang adalah trend kenaikan harga emas dunia pada periode yang sama, jelas sekali bukan ?. Grafik garis hijau (US$ Index) turun, grafik garis merah (Rupiah Index) juga turun – pada saat yang bersaman grafik bidang emas (harga emas dunia US$/Oz) terus naik.

Maka karena saya belum bisa melihat akan adanya titik balik dari trend-trend terkini  tersebut diatas; saya tetap dengan pendapat saya satu setengah bulan yang lalu – bahwa  meskipun harga emas atau Dinar kini sudah sangat tinggi – tetapi tetap juga belum ketinggian !. Bukan hanya karena kelangkaan dan peminat yang terus bertambah, tetapi juga karena didorong oleh nilai tukar uang yang digunakan untuk membelinya terus mengalami penurunan. Wa Allahu A’lam

Jumat, 05 November 2010

G-20 Memberikan Noise, The Fed Memberikan Signal…


PDF Print E-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Jum'at, 05 November 2010 07:15
Dua pekan lalu saya menulis tentang hasil pertemuan tingkat menteri keuangan dan para gubernur bank sentral negara-negara G-20 yang telah memberikan noise pada pasar emas dunia. Seperti memberikan ‘angin surga’  hasil pertemuan para petinggi otoritas keuangan dunia tersebut sejenak meredam issue currency war yang semakin imminent saat itu.  Sejenak pula harga emas sempat turun karena dunia berharap bahwa currency war tidak terjadi. Namun realita yang terjadi kemudian ternyata sangat berbeda dengan apa yang dijanjikan oleh para petinggi keuangan G-20 tersebut, the Fed-nya Amerika bahkan memberikan signal dan bukan hanya noise  - bahwa dideklarasikan ataupun tidak – perang mata uang itu sungguh terjadi.

Tindakan the Fed untuk mencetak uang dari awang-awang dengan bahasa kerennya Quantitative Easing (QE) sampai US$ 600 Milyar yang akan diimplementasikan sampai pertengahan tahun depan – adalah signal bahwa US$ akan terus dibuat melemah dalam waktu yang panjang. Mengapa ini bukan juga noise seperti yang dihasilkan oleh pertemuan petinggi keuangan G-20 ?. Disinilah bedanya.

Ketika para pejabat tinggi Negara-negara G-20 bertemu, mereka akan cenderung saling berkata manis satu sama lain – seolah-olah tidak ada masalah diantara mereka. Hasil pertemuan ha ha hi hi inilah yang kemudian disampaikan ke media bahwa mereka sepakat untuk berbuat ini – itu yang meredam isu perang mata uang misalnya. Media kemudian menyebar luaskan hasil pertemuan tersebut sebagai positif dlsb. Maka pasar-pun sesaat terpengaruh dan berharap banyak bahwa kesepakatan-kesepakatan tersebut benar adanya. Saya katakan sesaat karena setelah mereka tahu realitanya, situasi akan segera berbalik seperti setelah adanya keputusan the Fed tersebut. Karena dampaknya yang sesaat inilah maka hasil pertemuan-pertemuan G-20 tersebut saya kategorikan sebagai noise saja.

Lain hanya dengan hasil pertemuan Forum Open Market Committee (FOMC)–nya the Fed.  Pertemuan mereka bukan pertemuan para pejabat yang saling bicara manis satu sama lain, bukan pula pertemuan ha ha hi hi…; pertemuan mereka adalah untuk mengambil keputusan yang konkrit dan bersifat fundamental – yaitu mencetak (lagi) uang dalam jumlah yang sangat besar dari awang-awang atau Quantitative Easing tersebut diatas.

Berbeda dengan hasil pertemuan G-20 yang tidak menghasilkan tindakan konkrit dan fundamental sehingga hanya bisa menimbulkan noise; keputusan hasil pertemuan FOMC – the Fed adalah konkrit diimplementasikan dan bersifat fundamental – maka signal-lah yang dihasilkan. Signal bahwa US$ akan terus menurun  daya belinya – yang berarti juga signal komoditi riil seperti emas akan cenderung naik terus dalam jangka yang panjang. Pasar yang meresponse signal ini misalnya telah membuat harga emas melambung  ke kisaran US$ 1,390/Oz sejak tadi malam.

Minggu depan bukan hanya petinggi keuangan yang akan ketemu di Seoul – Korea Selatan; yang akan bertemu adalah para pemimpin negara-negara G-20. Tetapi pertemuan ini sekali lagi, hanya akan bersifat ceremonial, bicara manis – tetapi tidak akan membuat perubahan fundamental. Pertemuan tingkat tinggi G-20 ini misalnya, meskipun juga akan dihadiri oleh presiden Amerika sekalipun – tetap tidak akan bisa mengubah hasil keputusan FOMC-nya the Fed yang sudah bertekad bulat untuk melemahkan nilai tukar US$ - demi menyelamatkan ekonomi negeri itu.

Walhasil, pertemuan tingkat kepala Negara G-20 –pun hanya akan menghasilkan noise yang sesaat mengaburkan signal  tetapi tidak akan bisa meredam signal yang memang bersifat konkrit dan fundamental.

Jadi dalam mengambil keputusan investasi – terutama yang bersifat jangka panjang – jangan terlalu terpengaruh oleh noise, perhatikanlah signal-nya !. Wa Allahu A’lam.
Di-update pada Jum'at, 05 November 2010 07:30 

Kamis, 04 November 2010

Dinar Untuk Napak Tilas Jejak Karir...

PDF Print E-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Selasa, 02 November 2010 07:25
Melanjutkan cerita tentang teman saya yang berkarir cemerlang dengan posisi sekarang sebagai direktur di grup perusahaan besar, kali ini saya ingin mendalami mengapa dia selama 15 tahun terakhir tidak merasakan adanya peningkatan kemakmuran. Apa yang terjadi dengan karirnya ?. Untuk pendalaman ini saya minta dia mengingat-ingat setiap perubahan dalam karir dan pendapatannya, kemudian saya plot-kan berdasarkan tabel harga Dinar yang saya muat di situs ini kemarin (01/11/2010). Hasil dari pemetaan perubahan karir dia selama 15 tahun terakhir ini dapat dilihat pada grafik dibawah.

Dinar dan Jejak KarirDinar dan Jejak Karir

Kita bisa melihat dari grafik tersebut diatas bahwa sebenarnya tidak ada yang salah dengan perjalanan karir dia, bahkan sebagai professional dia termasuk professional yang karirnya cemerlang. Perhatikan ketika dia berhasil meningkatkan penghasilannya dua kali lipat pada tahun 2000 ketika dia pindah ke perusahaan lain sekaligus promosi menjadi general manager. Lompatan berikutnya terjadi ketika lima tahun kemudian  diangkat menjadi direktur di grup perusahaannya.

Lantas mengapa dengan perjalanan karir yang diatas rata-rata ini secara factual dia tidak bisa merasakan peningkatan kemakmuran ?. Ternyata ini adalah karena dia mengelola penghasilannya sama dengan pada umumnya masyarakat – yaitu mengelolanya dengan instrumen investasi finansial yang tidak terkait langsung dengan sektor riil.

Karena dari penghasilan dia baik yang di tabung di bank, deposito, asuransi, reksadana dan lain sebagainya semuannya ber-denominasi mata uang kertas Rupiah atau US$,  maka ketika daya beli uang kertas tersebut terus menyusut, tingkat kemakmuran dia juga ikut tergerus bersamanya. Perhatikan garis merah yang menunjukkan penghasilan dalam Rupiah yang secara angka terus naik, tetapi bila dibandingkan garis kuning yang menunjukkan penghasilan setelah  dikonversikan kedalam Dinar yang merepresentasikan daya beli uang terhadap benda riil – terus mengalami penurunan.

Sama dengan umumnya masyarakat Indonesia pula, pada tahun 1998 ketika krisis moneter terjadi – meskipun gaji dia dalam Rupiah masih mengalami kenaikan – daya beli terhadap kebutuhan sehari-hari yang diwakili oleh harga Dinar tergerus menjadi hampir sepertiganya. Posisi dia ini baru ter-recover setelah lompat ke perusahaan lain dengan posisi yang lebih tinggi pada tahun 2000.

Pelajaran apa yang sebenarnya bisa kita ambil dari pengalaman teman saya tersebut  di atas ?. Bahwa ternyata hanya mengandalkan perjalanan karir yang cemerlang sekalipun, bila kita hanya mengelola penghasilan kita dengan instrumen investasi finansial semata – akan sulit kita untuk dapat meningkatkan kemakmuran; bahkan mempertahankannya-pun bisa jadi tidak mudah.

Lantas apa solusinya ?,  solusi terbaik menurut saya adalah sedini mungkin menggunakan sebagian penghasilan Anda untuk investasi di sektor riil secara langsung. Pertama ini akan mengamankan hasil jerih payah Anda dari gerusan inflasi atau penurunan daya beli, kedua adalah bisa jadi ini menjadi sarana Anda untuk memberi manfaat pada orang lain dengan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Mudahkan langkah ini ditempuh ?. Jelas tidak mudah. Itulah sebabnya saya menganjurkan Anda untuk merintisnya sedini mungkin.

Ambil contoh pengalaman teman saya tersebut diatas. Seandainya ketika masih muda sebagai manager perusahaan asing tahun 1995 dengan gaji yang Rp 10 juta atau setara lebih dari 80 Dinar saat itu, dia mulai menyisihkan penghasilannya untuk investasi sektor riil secara langsung – kemudian dia harus mengalami jatuh bangun selama tujuh kali atau lebih sekalipun – sebelum ketemu sektor riil yang pas untuk dia; maka kemungkinan saat ini dia sudah akan mampu mempertahankan penghasilannya dari gerusan inflasi – atau bahkan mengalahkannya. Wa Allahu A’lam.

Senin, 01 November 2010

Dinar Sebagai Yardstick Kemakmuran dan Perencanaan Keuangan...


PDF Print E-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Senin, 01 November 2010 07:57
Ada seorang teman yang saya kenal baik sejak tahun 1990-an hingga kini, karena kedekatan tersebut dia cukup leluasa mengungkapkan segala problem financial-nya ke saya. Pada tahun 1995 dia diangkat menjadi manager di perusahaan asing dengan penghasilan sekitar Rp 10 juta per bulan; kini dia  direktur di salah satu group perusahaan besar dengan gaji Rp 100 juta-an per bulan !. Yang jadi pertanyaan dia ke saya adalah mengapa dengan gaji 10 kali lipat dibandingkan dengan gaji dia tahun 1995, dia tidak merasakan adanya peningkatan kemakmuran selama 15 tahun ini ?.
Disinilah problem yang terjadi dengan uang kertas, karena nilainya yang terus bergerak turun – angka di penghasilan kita bisa saja terus meningkat tetapi tidak berarti daya beli riil kita juga meningkat. Untuk bisa melihat daya beli riil kita, kita harus menggunakan timbangan yang juga benda riil – salah satunya adalah Dinar. Untuk melihat situasi financial teman saya tersebut diatas misalnya, kita dengan mudah dapat gunakan tabel dibawah.
Estimasi Harga Dinar 1970-2010Estimasi Harga Dinar 1970-2010
 
Penghasilan dia tahun 1995 yang Rp 10 juta saat itu kurang lebih setara dengan 82.29 Dinar. Dengan harga Dinar pagi ini dikisaran Rp 1,670,000,-/Dinar , penghasilan dia yang Rp 100 juta hanya setara dengan 59.88 Dinar !. Jadi setelah bekerja 15 tahun lebih dengan penghasilan dalam Rupiah yang sudah meningkat 10 kali lipat, tentu saja sang direktur tidak merasakan peningkatan kemakmuran karena daya beli riil dia selama ini bukannya naik tetapi malah turun.
Mengapa harga Dinar ini lebih akurat untuk mengukur daya beli riil kita ketimbang data inflasi di negara maju sekalipun ?; adalah sejarah ribuan tahun yang membuktikan hal ini. 1 Dinar di jaman Rasulullah SAW dapat untuk membeli 1 ekor kambing kurban yang baik, kini dengan 1 Dinar yang sama Anda tetap dapat memilih kambing kelas A untuk ber-kurban. Bila Dinar stabil daya belinya terhadap kambing, tentu dia juga memiliki daya beli stabil untuk kebutuhan kita lainnya.
Dengan menggunakan tabel yang sama, Anda juga dapat mengukur kinerja financial Anda dalam perjalanan karir Anda selama ini – jangan-jangan tanpa Anda sadari - Anda juga menjadi korban penurunan daya beli seperti teman saya tersebut. Lantas apa manfaatnya mengetahui kondisi riil kita ini ?. Bila kita berhasil mengidentifikasi masalahnya, maka ada kemungkinan kita bisa memperbaiki situasinya. Sebaliknya bila kita tidak tahu masalahnya, tentu akan sulit untuk mencari pemecahannya.
Untuk kasus teman saya tersebut misalnya; dengan penghasilannya sebagai direktur yang sekarang mendekati 60 Dinar per bulan – memang lebih rendah dari penghasilan dia sebagai manager tahun 1995 yang diatas 80 Dinar per bulan; tetapi sesungguhnya dia masih mampu menyisihkan sebagian penghasilannya untuk diinvestasikan di sektor riil.
Apa dampaknya bila dia tidak melakukan action ini sekarang ?, penghasilan dia akan semakin menurun kedepan (dalam Dinar) padahal dia semakin  dekat ke usia pensiun yang kurang dari 10 tahun mendatang. Bila ini terjadi, maka dari sisi financial dia tidak akan lebih baik dari posisi financial dia di masa mudanya. Inilah mayoritas yang dialami oleh pegawai di sektor apapun pada tingkat apapun – bila dia tidak mulai mengambil aksi investasi pada bentuk-bentuk investasi yang bisa mengalahkan penurunan daya beli mata uang kertas.
Bentuk investasi sektor riil yang sederhana tetapi akan mampu mengalahkan penurunan daya beli mata uang salah satunya adalah perdagangan.
Bila Anda berdagang beras misalnya. Anda mengambil dari Cianjur dan menjualnya di Jakarta dengan keuntungan bersih 10 %, maka keuntungan Anda yang 10 % dari harga beras ini akan mampu melawan inflasi atau penurunan daya beli mata uang karena ketika inflasi itu terjadi harga beras otomatis naik dan penghasilan Anda juga otomatis naik – seiring kenaikan harga beras.
Bila sekarang Anda mulai menjual 1 ton beras per bulan, 10 tahun lagi mampu menjual 10 ton beras per bulan, maka kenaikan penghasilan Anda akan merupakan kenaikan penghasilan yang riil karena dikaitkan langsung dengan daya beli terhadap beras – bukan kenaikan semu hanya dalam angka seperti dalam contoh kasus teman saya tersebut diatas.
Jadi mengenal yardstick atau tolok ukur yang benar, bisa menjadi awal Anda untuk membuat perencanaan keuangan masa depan yang lebih akurat dan memakmurkan. InsyaAllah.