Contact

Rizky maulana / Sofi Pujiastuti

telp 08112240196 / 081320140019

email Rizfajzan @ gmail

twitter follow@AlfabbyRizky

Pasar Soreang Blok I & II E ( Hj Wewen ) Soreang Bandung

No Rek 13000 - 1122 - 4030 Bank mandiri Cab Soreang - Bandung

Hari kerja Senin - Jum'at ( kecuali hari Libur Nasional)

Jam kerja 08.00 - 16.00 WIB

Jumat, 31 Desember 2010

Pilihan Investasi 2011 : Pilih Yang Bukan Buih…

Pilihan Investasi 2011 : Pilih Yang Bukan Buih…PDFPrintE-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Rabu, 29 December 2010 12:45
Bagi Anda yang punya kelebihan uang dan masih bingung mau ditaruh dimana, Ada kabar baik untuk Anda karena bisa jadi petunjuk itu sudah ada di sekitar Anda. Salah satunya adalah  dari surat Ar Ra’d ayat 17 yang berbunyi : “Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpaman”.

Masih belum bisa menangkap ?,  coba perhatikan salah satu kata kuncinya “…adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi…”. Jadi bila Anda invest pada sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, maka ia akan tetap exist dan insyaAllah tidak akan merugi. Dalam ayat diatas disebutkan yang bermanfaat itu adalah benda riilnya seperti air dan logam, yang tidak bermanfaat adalah benda turunannya – yang adanya hanya sementara yaitu buih.

Untuk lebih detilnya saya beri contoh sebagai berikut.  Anda bisa investasi jagung dengan membeli atau menyewa tanah kemudian menanaminya dengan jagung.  Bila Anda tidak memiliki skills, maka bisa saja Anda mencari mitra yang tahu betul bagaimana bertanam jagung – kemudian pada saat panen hasilnya dibagi antara Anda dengan mitra Anda. Anda bisa rugi bila panenan gagal, dan tentu juga bisa untung bila panenan berhasil.

Ada cara lain lagi menanam jagung, yaitu membeli saham dari perusahaan  publik perkebunan yang bisnisnya menanam jagung. Bila uang yang Anda investasikan tersebut benar-benar untuk menanam jagung, dan bagi hasil yang diberikan ke Anda juga dari hasil panenan jagung. Maka ini insyaAllah masih juga termasuk investasi sektor riil- meskipun tidak langsung.

Tetapi bila untung rugi Anda tidak ditentukan lagi oleh berhasil tidaknya panenan jagung, tetapi oleh fluktuasi harga saham yang tidak terkait langsung dengan  kinerja penanaman jagung – maka inilah yang termasuk buih-buih dalam investasi itu. Kita tahu bahwa dalam bursa saham secara global, naik turunnya harga atau untung ruginya investasi Anda di pasar saham lebih banyak didorong oleh buih-buih ini ketimbang kinerja riil perusahaan. Mana yang lebih menguntungkan dalam jangka panjang ?, tentu investasi benda riil yang langsung bermanfaat bagi umat manusia, ketimbang buih-buihnya.

Untuk gambaran konkritnya perhatikan grafik dibawah.  Buih-buih investasi saya ambilkan dari dua Index yang paling top di dunia yaitu Dow Jones Industrial Average (DJIA) dan S & P 500. Untuk mewakili investasi benda riil saya ambilkan pada harga jagung, gandum dan emas. Karena lima item yang saya bandingkan ini memiliki satuan yang berbeda-beda; maka saya index-kan lagi dengan menyamakan start-nya Januari 2006 pada angka 100. Perhatikan hasilnya setelah 5 tahun !.

Buih-buih Investasi
Source : Barchart.com

Bila Anda memiliki uang Rp 5 juta dan di sebar ke 5 item investasi tersebut @ Rp 1 juta di awal 2006; maka uang Anda yang di perusahaan-perusahaan S & P 500 tidak memberikan hasil apa –apa setelah 5 tahun atau uang Anda tetap Rp 1 juta. Uang Anda yang ditaruh di rata-rata perusahaan dalam Dow Jones Index akan memberikan hasil sekitar 7% atau Rp 70,000,-.

Yang Anda investasikan di Jagung memberikan hasil 200% atau Rp 2,000,000,-. Yang di gandum memberikan hasil 134% atau Rp 1,340,000 dan yang di emas memberikan hasil Rp 177 % atau Rp 1,770,000,-. Semuanya dalam waktu periode yang sama 5 tahun.

Maka dengan petunjuk Al-Qur’an dan bukti langsung di lapangan tersebut, memilih investasi Anda tahun 2011 insyaAllah akan jauh lebih mudah. Tinggal dipilah dan dipilih, mana yang buih dan mana yang bukan – tinggalkan yang buih dan ambil yang riil. Wa Allahu A’lam.

enambal Ember Bocor : Cara Mengalahkan Inflasi...

Menambal Ember Bocor : Cara Mengalahkan Inflasi...PDFPrintE-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Selasa, 28 December 2010 07:13
Dalam tulisan saya tanggal 16 Desember 2010 lalu saya menjelaskan bahwa inflasi itu seperti ember bocor untuk mengangkut air,  seberapa keras-pun kita bekerja – hasilnya tidak akan optimal karena tabungan  kita terus tergerus oleh inflasi. Bila Anda punya uang banyak dan ditaruh di Deposito, hasil bersihnya setelah pajak hari-hari ini akan berada di kisaran 5 % per tahun. Bila di tabungan biasa, hasil bersihnya akan lebih rendah lagi yaitu di kisaran 3 % per tahun. Apalah artinya hasil yang 5% atau bahkan 3 % ini bila dibandingkan dengan inflasi rata-rata year on year (yoy) delapan tahun terakhir sejak Januari 2003 berada di kisaran 8% per tahun?.

Mau ditaruh di deposito dalam mata uang asing seperti US$ ?, lebih buruk lagi hasilnya. Hari-hari ini deposito US$ hanya akan memberikan hasil di kisaran 0.30% per tahun sementara tingkat inflasi rata-rata US$ adalah di kisaran 4% per tahun. Walhasil dimanapun uang Anda ditaruh, asal masih berupa uang kertas – akan tetap tergerus oleh inflasi – Anda tetap membawa air dalam ember yang bocor !.

Lantas apa yang Anda bisa lakukan, agar jerih payah Anda tetap bernilai ketika kelak dibutuhkan untuk biaya sekolah anak-anak, membayar biaya kesehatan di hari tua, agar di usia pensiun Anda tetap perkasa dari sisi financial ?.

Pertama ember yang bocor tersebut harus ditambal dahulu !, dengan apa ?, yang jelas sudah terbukti mudah dikelola dan available adalah mengamankan hasil jerih payah Andasecukupnya (agar tidak menimbun) dalam bentuk emas atau Dinar. Perhatikan grafik dibawah yang menggambarkan perbandingan appresiasi harga emas (yoy) dengan inflasi (yoy) selama 8 tahun terakhir sejak Januari 2003. Data Inflasi saya ambilkan dari datanya Bank Indonesia, harga emas saya ambilkan dari datanya Kitco, sedangkan konversinya ke Rupiah saya gunakan data dari Pacific Exchange Rate Services.

Emas vs Inflasi
Source : BI, Kitco, Pacific Exchange Services

Dari grafik diatas Anda bisa lihat, appresiasi harga emas hampir selalu bisa melampaui inflasi dengan tingkat perbedaan yang cukup tinggi. Bila ditarik angka rata-ratanya selama 8 tahun terakhir, rata-rata appresiasi harga emas dalam Rupiah berada di kisaran 19 % per tahun , sedangkan rata-rata inflasi berada di kisaran 8 % per tahun. Jadi grafik tersebut diatas menunjukkan bahwa emas atau Dinar dengan mudah dapat Anda gunakan untuk menambal ember bocor yang namanya inflasi.

Kedua setelah ember Anda tidak lagi bocor, kini saatnya Anda dapat bekerja keras tanpa perlu kawatir hasilnya akan tergerus oleh inflasi. Bila diamnya emas atau Dinar saja dengan mudah akan mampu mengalahkan inflasi, tentu hasilnya akan lebih baik lagi dan lebih bermanfaat untuk umat yang luas bila emas atau Dinar tersebut digunakan untuk memutar sektor riil atau untuk berusaha.

Itulah sebabnya, kampanye penggunaan Dinar di situs ini tidak hanya berhenti pada sekedar menggunakan Dinar untuk proteksi nilai, tetapi lebih dari itu kita juga mendorong untuk lahirnya usaha-usaha sektor riil yang insyaAllah akan memberi manfaat yang lebih luas. Bahkan insyaallah kedepannya, bersamaan dengan sudah memasyarakatnya Dinar – kampanye untuk mendorong lahirnya berbagai usaha sektor riil ini akan lebih banyak kami tekankan. InsyaAllah.

Enstimasi Konservatif Harga Emas/Dinar 2011…

Enstimasi Konservatif Harga Emas/Dinar 2011…PDFPrintE-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Jum'at, 24 December 2010 14:53
Menjelang akhir tahun seperti ini pertanyaan yang paling banyak sampai ke saya adalah bagaimana perkiraan harga emas  atau Dinar tahun depan. Jawaban saya tetap sama, tidak ada yang tahu dengan pasti apa yang akan terjadi. Hanya untuk menjawab rasa penasaran para penanya, melalui tulisan ini saya buat prediksi sederhana yang sifatnya sangat konservatif.

Saya menggunakan data harga emas yang dibeli dengan US$ sejak dilepaskannya kaitan US$ terhadap emas yang ditandai oleh kejadian yang disebut Nixon Shock 15 Agustus 1971. Sejak kejadian 40 tahun lalu tersebut, harga emas dalam US$ mengalami kenaikan rata-rata sekitar 8.88% per tahun hingga kini. Maka bila kita gunakan angka rata-rata kenaikan 40 tahun ini, harga emas akhir tahun depan insyaAllah akan berada di kisaran US$ 1,500/Oz. Lihat ujung garis merah pada grafik di bawah.

Emas 2011
Estimasi Konservatif Harga Emas 2011
 
Namun karena ada kecenderungan percepatan penurunan daya beli US$ selama sepuluh tahun terakhir, khususnya lagi sejak krisis akhir 2008 – maka apabila diambil angka rata-rata 10 tahun terakhir saja – kenaikan harga emas dunia dalam US$ adalah 16.3% per tahun. Berdasarkan kenaikan rata-rata pertahun selama 10 tahunan tersebut, maka harga emas setahun kedepan dapat diprediksi akan berada di kisaran US$ 1,600/Oz. Lihat ujung garis hijau pada grafik di atas.

Jadi prediksi konservatif harga emas dunia tahun depan akan berada di range US$ 1,500/Oz s/d US$ 1,600/Oz. Saya katakan ini prediksi konsevatif karena murni mengandalkan statistik 10 tahun atau bahkan 40 tahun ke belakang – tanpa memperhatikan perubahan lingkungan ekonomi di tahun-tahun terakhir ini. Realitanya nanti bisa saja yang terjadi jauh lebih tinggi dari prediksi konservatif tersebut karena ada factor kejadian luar biasa di ekonomi AS pada tahun 2011 – yaitu realisasi ‘pencetakan  uang dari awang-awang’ atau yang disebutQuantitative Easing 2 – yang sudah diketok palunya awal bulan November lalu.

Dengan asumsi Rupiah juga akan sedikit melemah ke kisaran Rp 9,400/US$ tahun 2011 – karena bila terus perkasa ekspor kita yang akan terganggu – maka harga emas dalam Rupiah estimasi konservatif-nya setahun mendatang akan berada di kisaran Rp 460,000/gram s/d Rp 490,000/gram, atau mengalami kenaikan sekitar 11%-19%  dari harga emas sekarang yang berada di kisaran Rp 410,000/gram. Dengan dasar perhitungan yang sama, maka Dinar setahun kedepan insyaallah akan berada di kisaran harga Rp 1,940,000/Dinar s/d Rp 2,070,000/Dinar.

Dengan dasar perhitungan yang konservatif inipun apresiasi harga emas atau Dinar setahun kedepan masih akan memberikan hasil lebih dari dua kali lipat bila dibandingkan dengan tingkat bagi hasil deposito atau tabungan yang diberikan oleh dunia perbankan.

Namanya juga estimasi, maka saya bisa saja keliru….tetapi setidaknya inilah angka yang bisa saya berikan bagi para penanya agar tidak penasaran. Wa Allahu A’lam.

Senin, 13 Desember 2010

Apa Yang Terjadi Dengan Harga Emas Bila Terjadi Hyperinflasi...?

Apa Yang Terjadi Dengan Harga Emas Bila Terjadi Hyperinflasi...?PDFPrintE-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Minggu, 12 December 2010 14:55
Hyperinflasi terjadi bila otoritas moneter suatu negeri mencetak uang terus menerus tanpa dibarengi dengan pertumbuhan yang proporsional terhadap produksi barang dan jasa. Perilaku demikian tidak hanya terjadi di negara yang tegolong terbelakang seperti Zimbabwe yang harus membuang 12 angka nol dari uang lamanya 2 Februari 2009 lalu karena inflasi tahunan negeri itu mencapai 89.7 sextillion (1021) percent atau 89,700,000,000,000,000,000,000; tetapi bisa terjadi di mana saja – termasuk di negara adikuasa sekalipun.

Hal ini dapat kita tengok dari sejarah abad lalu ketika terjadi inflasi besar-besaran di salah satu negara adikuasa pada jamannya.

Pada akhir 1923 misalnya, pemerintahan Weimar Republic of Germany mengeluarkan uang dengan nominal 100,000,000,000,000 (seratus trilyun) – yang saat itu nilainya kurang lebih hanya setara US$ 25,-. Begitu buruknya inflasi negeri itu, sampai orang yang akan membeli roti harus membawa kereta dorong – bukan untuk membawa rotinya tetapi untuk membawa uangnya.

Pasca Perang Dunia II; inflasi di Hungaria pernah mencapai 41,900,000,000,000,000% (4.19 × 1016% atau 41.9 quadrillion percent), sampai-sampai pada pertengahan 1946 harga barang-barang di negeri itu naik berlipat dua kalinya setiap 13.5 jam. Pekerja yang habis menerima gaji harus berlari cepat-cepat membelanjakan uangnya karena bila tidak uang mereka segera basi – rusak daya belinya.

Apa yang bisa kita tarik dari ketiga kejadian tersebut sesungguhnya ?, bahwa dalam situasi hyperinflasi – uang kertas benar-benar kehilangan maknanya. Lantas apa yang bisa menjadi ukuran atau takaran yang tetap akurat untuk menentukan harga saat itu ?. Apalagi kalau bukan emas atau perak.

Perhatikan grafik dibawah untuk kasus Jerman tersebut diatas yang datanya tersimpan dengan baik. Selama sepuluh tahun sebelum hyperinflasi terjadi sampai puncak hyperinflasi, wholesale price index negeri itu naik sampai 1,000,000,000,000,- atau satu trilyun kali-nya. Tetapi kenaikan harga-harga ini bila diukur dengan emas – hanya ber-fluktuasi stabil di rentang angka 0.6 – 1.6 atau hanya naik turun karena mekanisme pasar  supply & demand semata.

Hyperinflasi 

Fungsi emas dan perak sebagai proteksi nilai yang adil terbukti efektif ketika hyperinflasi yang paling parah sekalipun terjadi. Perhatikan grafik kedua dibawah yang menunjukkan kenaikan harga emas dan perak pada tahun-tahun hyperinflasi di Jerman tersebut diatas.

Hyperinflasi 
Saat ini kita memang tidak hidup di era hyperinflasi, namun dunia seperti tersandera oleh reserve currency global yang benama US$. Siapa yang percaya bahwa perilaku otoritas moneter negeri itu tidak akan membawa bencana financial global – padahal mereka  sudah dua kali dengan cerdiknya mencetak uang dari awang-awang dalam jumlah yang sangat besar – terus diberi nama yang indah quantitative easing ?.

Belajar dari apa yang terjadi di Jerman abad lalu dengan lonjakan harga tersebut, siapa yang bisa menjamin bahwa Ben Bernanke-nya the Fed Amerika tidak akan menjerumuskan warga dunia ke era yang kurang lebih sama ?. Kalau di Amerika sendiri sampai ada National Inflation Association (NIA) yaitu lembaga swadaya masyarakat yang tujuannya adalah menyiapkan warga Amerika untuk siap menghadapi hyperinflasi; lantas kita yang tidak tahu menahu dan sama sekali tidak harus terkait dengan Amerika dan uang Dollar-nya masak mau jadi korbannya begitu saja. Ndak lah yao...!

Selasa, 07 Desember 2010

Kapan Harga Emas Menjadi Terlalu Tinggi Untuk Dibeli...?

Kapan Harga Emas Menjadi Terlalu Tinggi Untuk Dibeli...? PDF Print E-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Selasa, 07 December 2010 07:47
Sekitar dua bulan lalu ketika harga emas dunia mendekati US$ 1,300/Oz yang menurut sebagian orang sudah ketinggian,  saat itu saya membuat tulisan dengan judul Harga Emas Tinggi Tetapi Tidak Ketinggian.  Pagi ini harga emas dunia sudah mencapai US$ 1,424/Oz atau naik sekitar US$ 125/Oz sejak tulisan tersebut saya buat, pertanyaanya adalah apakah kini harga emas tersebut sudah menjadi ketinggian ?. Jawaban saya tetap belum. Lantas bagaimana caranya mengetahui kapan harga emas dunia menjadi terlalu tinggi untuk dibeli ?.
Begini, emas adalah uang hakiki sepanjang zaman. Saat ini uang hakiki tersebut nilainya - secara keliru – ditakar dengan uang fiat yang bisa dengan begitu mudah dicetak atau diketik dari awang-awang. Tetapi bolehlah untuk sementara karena uang fiat yang saat ini digunakan untuk membeli apapun di dunia – termasuk untuk membeli emas – maka untuk keperluan menjawab pertanyaan tersebut diatas saya gunakan uang kertas juga untuk menakar harga emas.
Saya mencoba mencari formula yang lebih baru, namun sejak kejadian Nixon Shock 1971 rupanya tidak ada lagi yang mengembangkan teori hubungan antara uang kertas dengan emas. Maka saya gunakan teori pra 1971 untuk melihat hubungan ini,  saya gunakan apa yang disebut persamaan Breton Woods yaitu  The Value of Money = (Monetary Base : Official Gold Holdings ).
Monetary base adalah uang yang beredar plus reserve. Reserve adalah uang bank yang ada di bank sentral dan uang yang ada di brankas perbankan. Official Gold Holdings adalah cadangan emas yang dimiliki oleh bank sentral.
Nah sekarang kita akan menggunakan formula tersebut untuk menentukan pada tingkat berapa harga emas menjadi terlalu tinggi untuk dibeli dengan uang kertas. Untuk mengaplikasikan teori tersebut saya perlu data Monetary base US Dollars dan cadangan emas yang dimiliki Amerika. Untuk monetary base saya lebih bercaya data dari Shadow Government Statistic seperti pada grafik dibawah. Posisinya saat ini berada di kisaran US$ 2 trilyun.
Monetary Base US$Monetary Base US$
Untuk cadangan emas resmi pemerintah saya ambil dari datanya World Gold Council yang untuk AS saat ini menunjukkan angka 8,133.5 ton atau  261 juta Oz.  Jadi untuk US$ , the value of Money-nya saat ini adalah =  US$ 2 trilyun/261 juta Oz atau 7,663 US$/Oz. Artinya apa angka ini ?.  Bila harga emas tersebut saat ini dapat melampaui angka US$ 7,663/Oz – baru harga emas dunia menjadi terlalu mahal untuk dibeli dengan US$.
Tetapi karena angka ini dinamis, pembilangnya (monetary base) cenderung bertambah sedangkan penyebutnya cenderung tetap (Official Gold Holdings) ; maka angka tersebut diatas akan cenderung naik terus dari waktu ke waktu. Perhatikan grafik dibawah yang dibuat oleh perusahaan asset management terkenal QB Assets management. Dalam sejarah dunia modern, hanya pernah sekali harga emas ini terlalu mahal untuk dibeli dengan uang US$ yaitu pada tahun 1980 (perhatikan grafik biru yang berada dibawah grafik kuning tahun 1980 ).

Shadow Gold PriceShadow Gold Price by QBAM
Dari grafik tersebut diatas kita juga bisa melihat, bahwa sejauh mata kita memandang – kita belum bisa melihat harga emas ini akan ketinggian untuk dibeli dengan US$. Saya kesulitan menyimpulkannya dalam bahasa Indonesia, tetapi ada bahasa jawa yang pas untuk ini yaitu tangeh lamun – untuk menggambarkan sesuatu yang amat sangat kecil peluangnya. Jadi tangeh lamun (sangat-sangat kecil peluangnya) harga emas menjadi terlalu mahal untuk dibeli dengan US$ kapan-pun.
Lantas bagaimana dengan harga emas dalam Rupiah ?, ya sami mawon – lha wong US$ dan Rupiah ini satu guru satu ilmu... Wa Allahu A’lam.

Kamis, 25 November 2010

Harga Emas Dan Uang Dari Awang-Awang Bank Sentral...

Harga Emas Dan Uang Dari Awang-Awang Bank Sentral... PDF Print E-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Selasa, 23 November 2010 07:08
Bagi Anda dan saya, umumnya kita hanya bisa menambah asset  dengan bekerja keras kemudian mendapatkan gaji bagi yang bekerja atau mendapatkan untung bagi yang berwirausaha. Perusahaan-pun demikian, asset bersih-nya hanya bertambah bila perusahaan bekerja keras dan sukses mendapatkan untung. Tidak demikian halnya dengan institusi yang namanya bank sentral, mereka bisa mencetak uang dari awang-awang atau bahkan sama sekali tidak perlu mencetaknya – cukup mengetikkan beberapa digit angka di komputernya – bahwa asset mereka bertambah – maka asset mereka-pun bertambah !.

Mau lihat buktinya secara nyata ?, perhatikan grafik di bawah yang menunjukkan asset bank sentral Amerika atau yang disebut the Fed. Pada akhir 2008 ketika Amerika berada di puncak krisis finansialnya, tiba-tiba asset the Fed melonjak. Asset ini berupa piutang ke institutsi-institusi keuangan Amerika yang saat itu babak belur dihantam badai krisis. Lantas dari mana the Fed tiba-tiba memiliki kekayaan (uang) begitu banyak untuk aksi penyelamatan tersebut ?, ya itu tadi mencetaknya dari awang-awang ( dalam bahasa inggris sering disebut printing money from thin air) atau bahkan tidak perlu mencetaknya sama-sekali – cukup mengetikkan beberapa digit angka di komputer – lantas pasar menyebutnya dengan nama keren Quantitative Easing.

Fed BalanceSource : Cleveland Fed
 
Bagaimana sih sebenarnya mereka melakukan ini ?. Berikut adalah gambaran sederhananya dari cara kerja mereka.

Misalnya bank sentral suatu negara (dalam contoh saya gunakan the fed-nya Amerika saja biar tidak ada yang marah sama saya) kawatir dengan inflasi akan melanda negeri, maka the fed akan mengeluarkan surat hutang negara misalnya US$ X Milyar. Maka surat hutang ini rame-rame dibeli oleh masyarakat atau institusi keuangan. Uang yang semula ada di masyarakat atau institusi keuangan kini tersedot ke bank sentral. Yang tersedot bukan hanya US$ X Milyar tersebut, tetapi bisa sampai tiga kalinya – karena biasanya perbankan ‘menggandakan uang’nya melalui proses credit. Uang bank hasil money creation-nya perbankan inipun ikut tersedot oleh the Fed mana kala mereka mengeluarkan surat hutang tersebut.

Sebaliknya juga terjadi, dalam situasi dimana negeri dilanda  ancaman krisis yang sangat serius bahkan menuju resesi – maka the Fed melakukan hal yang sebaliknya dengan yang diatas. Kali ini mereka akan membeli surat hutang negara misalnya US$ X Milyar, lho darimana duit-nya ?, gampang – ya dari awang-awang tadi. Maka ‘uang baru’ dari awang-awang ini mengalir masuk ke system keuangan AS dan sampai ke pasar. Ketika sampai ke pasar jumlahnya bukan lagi US$ X Milyar, tetapi berlipat-lipat karena adanya proses money creation dunia perbankan melalui credit yang mereka berikan. Proses yang kedua inilah yang melatar belakangi grafik pertama tersebut diatas.

Masalah mungkin tidak terlalu runyam bila seandainya uang dari awang-awang tersebut dapat secara proporsional menggerakkan ekonomi riil berupa peningkatan  produk barang dan jasa yang tercermin dari naiknya GDP.  Namun ini nampaknya juga tidak terjadi di AS karena ketika Asset the Fed meningkat lebih dari 170% dari kisaran US$ 850 Milyar sebelum krisis ke kisaran US$ 2.3 trilyun pasca krisis, GDP negeri itu hanya tumbuh di kisaran 2 % saja !.

US GDP Source : Trading Economics
Artinya apa ?, uang yang digelontorkan oleh the Fed yang seharusnya menggerakan aktifitas ekonomi yang terukur dengan tumbuhnya GDP – ternyata pengaruhnya tidak significant. Memang untuk sementara berhasil mengatasi krisis yang tercermin pada pertumbuhan negatif GDP semasa krisis, kearah positif pasca krisis – namun karena pertumbuhan GDP yang tidak sebanding dengan uang dari awang-awang yang tercipta – timbulah masalah baru yaitu ancaman inflasi.

Bagaimana inflasi atau kenaikan umum harga-harga ini terjadi sebagai dampak dari penciptaan uang dari awang-awang  pernah saya tulis dua tahun lalu dengan tulisan yang berjudul Ilmu Moneter Yang Menghancurkan dan Yang Memakmurkan. Ringkasnya dapat digambarkan dengan formula yang disebut equation of exchange : M x V = P x Q.  M adalah jumlah uang, V adalah kecepatan putarannya, P adalah tingkat harga-harga dan Q adalah jumlah produk barang dan jasa.

P x Q terepresentasikan dengan GDP sperti dalam grafik kedua diatas. Kita tahu kini bahwa M meningkat drastis seperti tercermin dari grafik pertama, sedangkan V relatif tetap yang berarti tidak bisa mendongkrak Q – terbaca dari grafik kedua. Maka bila dalam suatu persamaan di sisi kiri meningkat tajam (karena faktor M), pada saat yang bersamaan salah satu faktor di sisi kanan relatif tetap (Q) – maka satu faktor yang lain di sisi kanan pasti meningkat tajam juga – yaitu P atau harga-harga atau disebut inflasi.

Lho tetapi menurut data resmi pemerintah AS Inflasi mereka rendah kok ?, itu kan kata pemerintah karena kepentingan politiknya. Beruntunglah rakyat Amerika karena disana ada seorang kakek yang rajin mempublikasikan data pembandingnya yang kini sangat popular dikenal dengan nama Shadow Government Statistics (SGS). Menurut data SGS ini, inflasi negeri itu bisa jauh lebih tinggi dari yang secara resmi di publikasikan oleh pemerintahnya. Perhatikan perbandingannya pada grafik ketiga dibawah.

SGS CPISource : Shadow Government Statistics
 
Ketika inflasi terjadi, ada indikator lain yang sangat akurat – bahkan tentu lebih akurat dari datanya SGS tersebut diatas – yaitu perkembangan harga emas. Perhatikan sekarang grafik harga emas dibawah yang saya beri latar belakang dari grafik pertama diatas.

 
Gold vs The FedSource : Kitco & Cleveland Fed
Sekarang Anda bisa melihatnya dengan sangat jelas, bahwa dampak dari penciptaan uang dari awang-awang the Fed secara perlahan tetapi pasti terkejar oleh kenaikan harga emas dunia yang sampai sekarang dinilai dalam US$ atau uang-nya the Fed.

Lantas bagaimana kedepannya ?. Yang jelas the Fed masih akan terus mencetak uang dari awang-awang bahkan dengan jumlah yang jauh lebih besar lagi melalui proses yang terkenal dengan Quantitative Easing 2 – maka dengan empat grafik diatas insyaAllah Anda bisa menduga secara relatif akurat kemana kira-kira arah pergerakan harga emas dunia pada tahun-tahun mendatang. Wa Allahu A’lam.

Deret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Menduga Harga Emas 10 Tahun Mendatang...

Deret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Menduga Harga Emas 10 Tahun Mendatang... PDF Print E-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Kamis, 18 November 2010 05:42
Tentang teori deret Fibonacci, saya pernah menulisnya hampir tiga tahun lalu untuk menggambarkan penurunan  nilai mata uang kertas. Kemudian saya juga telah menulis tentang teori peluruhan eksponensial sekitar 8 bulan lalu untuk menguatkan hal yang sama. Kini saya akan menggunakan dua teori tersebut untuk menjawab salah satu pertanyaan pembaca setia situs ini, yaitu seperti apa kiranya harga emas sepuluh tahun dari sekarang.

Sebelum saya uraikan aplikasi dari teori-teori tersebut, perlu saya jelaskan bahwa tidak ada seorang ahli-pun di dunia yang bisa mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi di masa yang akan datang – demikian pula dengan saya. Yang saya lakukan hanyalah mengolah data statistik harga emas dan nilai tukar Rupiah, kemudian menggunakannya dengan asumsi – bahwa peristiwa-peristiwa yang akan datang – tidak jauh berbeda dengan apa yang sudah pernah terjadi sebelumnya.

Untuk menduga harga emas 10 tahun yang akan datang, saya gunakan statistik harga emas dalam US$/Oz dan dalam Rp/Gram selama 40 tahun terakhir 1970 – 2010 yang sudah saya muat dalam tulisan tanggal 1 November 2010 di situs ini.

Dari statistik tersebut diatas, kita tahu bahwa seama 40 tahun terakhir – harga emas dunia rata-rata 2010 (sampai Oktober) dalam US$/Oz telah mengalami kenaikan sebesar 33 kali dibandingkan harga emas rata-rata tahun 1970; atau dalam Rupiah selama periode yang sama harga emas telah mengalami kenaikan sebesar 749 kali.  Dari data ini bila kita konversikan dengan bilangan Fibonacci (perkalian 1.618) dan waktu paruh US$ maupun Rupiah (yang berarti perkalian  2.0 untuk harga emas) ; maka selama  40 tahun terakhir dapat kita sarikan dalam tabel dibawah :

 
Deret FibonacciDeret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Menduga Harga Emas 10 Tahun Mendatang...

Cara membaca tabel diatas  adalah sebagai berikut :

·       Dalam kurun waktu 1970-2010; harga emas dalam US$ telah mengalami frekwensi Fibonacci sebanyak 7.05 dan dalam Rupiah sebanyak 13.5.
·       Rentang waktu (return period) dari satu titik Fibonacci ke titik berikutnya rata-rata selama 40 tahun terakhir  dalam US$ adalah 5.67 tahun sedangkan dalam Rupiah 2.96 tahun.
·       Dalam kurun waktu 1970-2010; harga emas bila dibeli dengan mata uang kertas telah berlipat dua (daya beli uang US$ maupun Rupiah tinggal separuh) sebanyak 4.85 kali (US$) dan 9.40 kali (Rupiah)
·       Selama 40 tahun terakhir, waktu paruh rata-rata mata uang kertas  adalah 8.25 tahun untuk US$ dan 4.26 tahun untuk Rupiah.

Dari rangkuman angka-angka statistik tersebut, dapat kita gunakan secara sederhana untuk menghitung berapa kira-kira harga emas sepuluh tahun yang akan datang baik dalam US$ maupun dalam Rupiah – dengan asumsi bahwa tidak terjadi pemburukan ekonomi dunia yang lebih parah dibandingkan dengan apa yang terjadi selama 40 tahun terakhir.

Deret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Estimasi Harga Emas 10 TahunDeret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Estimasi Harga Emas 10 Tahun

Dengan menggunakan pendekatan deret Fibonacci Harga Emas rata-rata   10 tahun yang akan datang dapat dihitung dari harga emas rata-rata tahun ini  x kelipatan Fibonacci (1.618) ^ (10 /return period Fibonacci). Hasilnya untuk US$ adalah US$ 2,789/Oz  dan dalam Rupiah adalah Rp 1,822,985/gram.

Bila kita gunakan teori peluruhan, maka harga emas rata-rata 10 tahun yang akan datang adalah sama dengan harga emas rata-rata tahun ini x 2 ^ (10/waktu paruh). Hasilnya untuk US$ adalah US$ 2,768/Oz dan dalam Rupiah adalah Rp 1, 831,898/gram.

Untuk memberi gambaran seberapa tinggi harga-harga tersebut dapat dibandingkan dengan tabungan US$ maupun tabungan Rupiah sebagai berikut :

·      Bila Anda menabung US$ 1,194 tahun ini (harga rata-rata emas dunia 2010 untuk 1 Oz), dengan hasil bersih rata-rata 1 % misalnya; maka 10 tahun yang akan datang uang Anda hanya menjadi US$ 1,319. Uang yang sama yang Anda rupakan emas menjadi antara US$ 2,768 – US$ 2,789 atau naik sekitar  2.2 kali dibandingkan dengan tabungan US$ Anda.
·      Bila Anda menabung Rp 359,000 (setara dengan harga 1 gram emas rata-rata tahun ini), maka bila tingkat hasil bersih rata-rata 6 % , setelah 10 tahun uang Anda akan menjadi Rp 749,000. Jumlah uang yang sama bila dirupakan emas akan bernilai antara Rp 1,822,985 - Rp 1,831,898    atau kurang lebih 2.6 kali dibandingkan yang ditabung dalam Rupiah.

Dari angka-angka diatas kita kemudian juga bisa menghitung pula bahwa harga Dinar saat itu (2020) insyaAllah akan berada di rentang rata-rata antara Rp 7,812,252/Dinar s/d Rp 7,850,445/Dinar.

Estimasi tersebut diatas adalah estimasi konservatif karena berasumsi bahwa tidak terjadi percepatan pemburukan ekonomi dunia dalam 10 tahun kedepan. Padahal kita tahu sejak beberapa tahun terakhir misalnya, daya beli US$ cenderung memburuk dengan cepat setelah berbagai langkah Quantitative Easing yang dilakukan oleh Federal Reserve-nya.  Jadi lebih besar peluang harga emas dunia untuk lebih tinggi dari perhitungan-perhitungan tersebut diatas – ketimbang peluangnya untuk lebih rendah.  Wa Allahu A’lam.

Senin, 08 November 2010

Ketika US$ Jatuh, Apa Yang Terjadi Dengan Rupiah dan Harga Emas...?

Ketika US$ Jatuh, Apa Yang Terjadi Dengan Rupiah dan Harga Emas...? PDF Print E-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Senin, 08 November 2010 08:17
Akhir September lalu ketika harga emas dunia mendekati angka psikologis US$ 1,300/Oz saya menulis tentang “Harga Emas : Tinggi Tetapi Tidak Ketinggian...”. Kini satu setengah bulan kemudian harga emas dunia terus melambung, jauh melewati angka psikologis US$ 1,300/Oz tersebut dan bisa jadi sedang menuju angka psikologis berikutnya. Mengapa seolah harga emas dunia ini begitu predictable ?, selain karena statistiknya begitu nyata, perilaku manusia-manusia yang mengendalikan daya beli US$ ini begitu mudah dibaca.

Jauh hari sebelum Quantitative Easing tahap 2 benar-benar diputuskan pekan lalu misalnya, pasar sudah menduganya – bahkan sampai ke angkanya yang hanya meleset sedikit (pasar menduga di kisaran US$ 500 Milyar, yang diputuskan  US$ 600 Milyar ). Jadi gejala jatuhnya daya beli US$ ini sebenarnya adalah terang benderang seterang siang hari, apalagi apabila dilihat dari kaca mata Qur’ani yang memang sudah menjanjikan akan dimusnahkannya Riba (QS 2 : 176).

Lantas bila jatuhnya daya beli US$ begitu nyata, apakah kita bisa melihat jatuhnya daya beli Rupiah ?. Tidak semua orang mungkin bisa melihat bahwa daya beli Rupiah juga sedang jatuh. Ini adalah karena adanya bias alat ukur, yaitu bila Rupiah diukur dengan US$ - maka nilai tukar Rupiah yang saat ini (08/11/2010) berada di kisaran Rp 8,900/US$ - kelihatan Rupiah seolah lagi perkasa. Mobil yang lagi berjalan mundur akan kelihatan berjalan maju, bila dilihat dari mobil lain yang berjalan mundur lebih cepat.

Kita hanya bisa tahu bahwa daya beli Rupiah juga lagi jatuh ketika kita pakai Rupiah tersebut untuk membeli kebutuhan riil sehari-hari yang terus bertambah mahal. Lebih kentara lagi bila digunakan untuk membeli barang-barang yang memiliki nilai baku sepanjang zaman seperti emas atau Dinar. Grafik dibawah adalah ilustrasinya.

IDRX, USDX and GoldPriceIDXR, USDX and GoldPrice
 
Grafik US$ Index adalah bila US$ dibandingkan dengan sekelompok mata uang kuat dunia, begitu pula grafik Rupiah Index. Di latar belakang adalah trend kenaikan harga emas dunia pada periode yang sama, jelas sekali bukan ?. Grafik garis hijau (US$ Index) turun, grafik garis merah (Rupiah Index) juga turun – pada saat yang bersaman grafik bidang emas (harga emas dunia US$/Oz) terus naik.

Maka karena saya belum bisa melihat akan adanya titik balik dari trend-trend terkini  tersebut diatas; saya tetap dengan pendapat saya satu setengah bulan yang lalu – bahwa  meskipun harga emas atau Dinar kini sudah sangat tinggi – tetapi tetap juga belum ketinggian !. Bukan hanya karena kelangkaan dan peminat yang terus bertambah, tetapi juga karena didorong oleh nilai tukar uang yang digunakan untuk membelinya terus mengalami penurunan. Wa Allahu A’lam

Jumat, 05 November 2010

G-20 Memberikan Noise, The Fed Memberikan Signal…


PDF Print E-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Jum'at, 05 November 2010 07:15
Dua pekan lalu saya menulis tentang hasil pertemuan tingkat menteri keuangan dan para gubernur bank sentral negara-negara G-20 yang telah memberikan noise pada pasar emas dunia. Seperti memberikan ‘angin surga’  hasil pertemuan para petinggi otoritas keuangan dunia tersebut sejenak meredam issue currency war yang semakin imminent saat itu.  Sejenak pula harga emas sempat turun karena dunia berharap bahwa currency war tidak terjadi. Namun realita yang terjadi kemudian ternyata sangat berbeda dengan apa yang dijanjikan oleh para petinggi keuangan G-20 tersebut, the Fed-nya Amerika bahkan memberikan signal dan bukan hanya noise  - bahwa dideklarasikan ataupun tidak – perang mata uang itu sungguh terjadi.

Tindakan the Fed untuk mencetak uang dari awang-awang dengan bahasa kerennya Quantitative Easing (QE) sampai US$ 600 Milyar yang akan diimplementasikan sampai pertengahan tahun depan – adalah signal bahwa US$ akan terus dibuat melemah dalam waktu yang panjang. Mengapa ini bukan juga noise seperti yang dihasilkan oleh pertemuan petinggi keuangan G-20 ?. Disinilah bedanya.

Ketika para pejabat tinggi Negara-negara G-20 bertemu, mereka akan cenderung saling berkata manis satu sama lain – seolah-olah tidak ada masalah diantara mereka. Hasil pertemuan ha ha hi hi inilah yang kemudian disampaikan ke media bahwa mereka sepakat untuk berbuat ini – itu yang meredam isu perang mata uang misalnya. Media kemudian menyebar luaskan hasil pertemuan tersebut sebagai positif dlsb. Maka pasar-pun sesaat terpengaruh dan berharap banyak bahwa kesepakatan-kesepakatan tersebut benar adanya. Saya katakan sesaat karena setelah mereka tahu realitanya, situasi akan segera berbalik seperti setelah adanya keputusan the Fed tersebut. Karena dampaknya yang sesaat inilah maka hasil pertemuan-pertemuan G-20 tersebut saya kategorikan sebagai noise saja.

Lain hanya dengan hasil pertemuan Forum Open Market Committee (FOMC)–nya the Fed.  Pertemuan mereka bukan pertemuan para pejabat yang saling bicara manis satu sama lain, bukan pula pertemuan ha ha hi hi…; pertemuan mereka adalah untuk mengambil keputusan yang konkrit dan bersifat fundamental – yaitu mencetak (lagi) uang dalam jumlah yang sangat besar dari awang-awang atau Quantitative Easing tersebut diatas.

Berbeda dengan hasil pertemuan G-20 yang tidak menghasilkan tindakan konkrit dan fundamental sehingga hanya bisa menimbulkan noise; keputusan hasil pertemuan FOMC – the Fed adalah konkrit diimplementasikan dan bersifat fundamental – maka signal-lah yang dihasilkan. Signal bahwa US$ akan terus menurun  daya belinya – yang berarti juga signal komoditi riil seperti emas akan cenderung naik terus dalam jangka yang panjang. Pasar yang meresponse signal ini misalnya telah membuat harga emas melambung  ke kisaran US$ 1,390/Oz sejak tadi malam.

Minggu depan bukan hanya petinggi keuangan yang akan ketemu di Seoul – Korea Selatan; yang akan bertemu adalah para pemimpin negara-negara G-20. Tetapi pertemuan ini sekali lagi, hanya akan bersifat ceremonial, bicara manis – tetapi tidak akan membuat perubahan fundamental. Pertemuan tingkat tinggi G-20 ini misalnya, meskipun juga akan dihadiri oleh presiden Amerika sekalipun – tetap tidak akan bisa mengubah hasil keputusan FOMC-nya the Fed yang sudah bertekad bulat untuk melemahkan nilai tukar US$ - demi menyelamatkan ekonomi negeri itu.

Walhasil, pertemuan tingkat kepala Negara G-20 –pun hanya akan menghasilkan noise yang sesaat mengaburkan signal  tetapi tidak akan bisa meredam signal yang memang bersifat konkrit dan fundamental.

Jadi dalam mengambil keputusan investasi – terutama yang bersifat jangka panjang – jangan terlalu terpengaruh oleh noise, perhatikanlah signal-nya !. Wa Allahu A’lam.
Di-update pada Jum'at, 05 November 2010 07:30 

Kamis, 04 November 2010

Dinar Untuk Napak Tilas Jejak Karir...

PDF Print E-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Selasa, 02 November 2010 07:25
Melanjutkan cerita tentang teman saya yang berkarir cemerlang dengan posisi sekarang sebagai direktur di grup perusahaan besar, kali ini saya ingin mendalami mengapa dia selama 15 tahun terakhir tidak merasakan adanya peningkatan kemakmuran. Apa yang terjadi dengan karirnya ?. Untuk pendalaman ini saya minta dia mengingat-ingat setiap perubahan dalam karir dan pendapatannya, kemudian saya plot-kan berdasarkan tabel harga Dinar yang saya muat di situs ini kemarin (01/11/2010). Hasil dari pemetaan perubahan karir dia selama 15 tahun terakhir ini dapat dilihat pada grafik dibawah.

Dinar dan Jejak KarirDinar dan Jejak Karir

Kita bisa melihat dari grafik tersebut diatas bahwa sebenarnya tidak ada yang salah dengan perjalanan karir dia, bahkan sebagai professional dia termasuk professional yang karirnya cemerlang. Perhatikan ketika dia berhasil meningkatkan penghasilannya dua kali lipat pada tahun 2000 ketika dia pindah ke perusahaan lain sekaligus promosi menjadi general manager. Lompatan berikutnya terjadi ketika lima tahun kemudian  diangkat menjadi direktur di grup perusahaannya.

Lantas mengapa dengan perjalanan karir yang diatas rata-rata ini secara factual dia tidak bisa merasakan peningkatan kemakmuran ?. Ternyata ini adalah karena dia mengelola penghasilannya sama dengan pada umumnya masyarakat – yaitu mengelolanya dengan instrumen investasi finansial yang tidak terkait langsung dengan sektor riil.

Karena dari penghasilan dia baik yang di tabung di bank, deposito, asuransi, reksadana dan lain sebagainya semuannya ber-denominasi mata uang kertas Rupiah atau US$,  maka ketika daya beli uang kertas tersebut terus menyusut, tingkat kemakmuran dia juga ikut tergerus bersamanya. Perhatikan garis merah yang menunjukkan penghasilan dalam Rupiah yang secara angka terus naik, tetapi bila dibandingkan garis kuning yang menunjukkan penghasilan setelah  dikonversikan kedalam Dinar yang merepresentasikan daya beli uang terhadap benda riil – terus mengalami penurunan.

Sama dengan umumnya masyarakat Indonesia pula, pada tahun 1998 ketika krisis moneter terjadi – meskipun gaji dia dalam Rupiah masih mengalami kenaikan – daya beli terhadap kebutuhan sehari-hari yang diwakili oleh harga Dinar tergerus menjadi hampir sepertiganya. Posisi dia ini baru ter-recover setelah lompat ke perusahaan lain dengan posisi yang lebih tinggi pada tahun 2000.

Pelajaran apa yang sebenarnya bisa kita ambil dari pengalaman teman saya tersebut  di atas ?. Bahwa ternyata hanya mengandalkan perjalanan karir yang cemerlang sekalipun, bila kita hanya mengelola penghasilan kita dengan instrumen investasi finansial semata – akan sulit kita untuk dapat meningkatkan kemakmuran; bahkan mempertahankannya-pun bisa jadi tidak mudah.

Lantas apa solusinya ?,  solusi terbaik menurut saya adalah sedini mungkin menggunakan sebagian penghasilan Anda untuk investasi di sektor riil secara langsung. Pertama ini akan mengamankan hasil jerih payah Anda dari gerusan inflasi atau penurunan daya beli, kedua adalah bisa jadi ini menjadi sarana Anda untuk memberi manfaat pada orang lain dengan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Mudahkan langkah ini ditempuh ?. Jelas tidak mudah. Itulah sebabnya saya menganjurkan Anda untuk merintisnya sedini mungkin.

Ambil contoh pengalaman teman saya tersebut diatas. Seandainya ketika masih muda sebagai manager perusahaan asing tahun 1995 dengan gaji yang Rp 10 juta atau setara lebih dari 80 Dinar saat itu, dia mulai menyisihkan penghasilannya untuk investasi sektor riil secara langsung – kemudian dia harus mengalami jatuh bangun selama tujuh kali atau lebih sekalipun – sebelum ketemu sektor riil yang pas untuk dia; maka kemungkinan saat ini dia sudah akan mampu mempertahankan penghasilannya dari gerusan inflasi – atau bahkan mengalahkannya. Wa Allahu A’lam.