Contact

Rizky maulana / Sofi Pujiastuti

telp 08112240196 / 081320140019

email Rizfajzan @ gmail

twitter follow@AlfabbyRizky

Pasar Soreang Blok I & II E ( Hj Wewen ) Soreang Bandung

No Rek 13000 - 1122 - 4030 Bank mandiri Cab Soreang - Bandung

Hari kerja Senin - Jum'at ( kecuali hari Libur Nasional)

Jam kerja 08.00 - 16.00 WIB

Minggu, 29 Januari 2012

Inflasi Terhadap Dinar…?

Inflasi Terhadap Dinar…? PDF Print E-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Jum'at, 27 January 2012 08:23
Harian umum Republika kemarin (Kamis 26/01/2012) memuat tulisan dua pakar ekonomi tentang Promosi Dinar-Dirham. Intinya mengomentari bahwa promosi Dinar-Dirham selama ini dikatakannya sebagai  ‘sangat kontra produktif’,  ‘lebay’ dan ‘kurang mendidik’.  Masalah yang diangkat adalah katanya ada yang mempromosikan Dinar sebagai uang yang ‘tidak mengenal inflasi’ – entah siapa yang dimaksud. Maka melalui tulisan ini saya ingin meluruskan saja, agar penggerak Dinar-Dirham dan para pembaca situs ini  – termasuk dua penulis tersebut - bisa tetap melihatnya dengan jernih, dengan kacamata ingin belajar mencari kebenaran.

Intinya ada yang saya sepaham dengan dua ekonom tersebut bahwa inflasi yang disebabkan oleh kebijakan moneter – dengan mencetak uang berlebih, ditiadakan manakala Dinar dan Dirham digunakan.  Karena alasannya di tulisan tersebut disebutkan bahwa pihak otoritas tidak akan bisa mencetak Dinar dan Dirham secara semena-mena.

Tetapi ketika kedua pakar ini menjelaskan bahwa inflasi bisa terjadi dengan adanya perubahan nilai relatif emas terhadap benda-benda lain, nampaknya mereka kurang melakukan kajiannya secara lebih mendalam. Juga kurang konsisten dengan pernyataan bahwa ‘otoritas tidak lagi memiliki kemampuan untuk mencetak uang dengan semena-mena’ di atas.

Dalam tulisan tersebut disebutkan misalnya ketika harga barang-barang naik dan harga emas cenderung melemah (seperti yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir), maka ini yang dikatakannya sebagai inflasi harga barang terhadap emas.

Yang menurut saya perlu didalami adalah pemahaman tentang inflasi itu sendiri. Maaf saya bukan pakarnya – bisa jadi dua ekonom tersebut lebih tahu dari saya tentang hal ini, tetapi setahu saya pengertian inflasi adalah kenaikan umum harga barang-barang yang disebabkan oleh penurunan daya beli uang. Sedangkan kenaikan harga-harga beberapa barang yang terjadi karena mekanisme pasar supply and demand, saya menyebutnya bukan inflasi – melainkan naik turunnya harga barang yang fitrah di pasar.

Di jaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika Dinar dan Dirham digunakan-pun kenaikan harga barang-barang ini ini pernah terjadi, tetapi tidak disebut inflasi karena fitrah harga yang terbentuk di pasar – yang beliau sendiri tidak mau mencampurinya.

Diriwayatkan oleh Anas RA : “Orang-orang berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, ‘Wahai Rasulullah, harga-harga barang naik (mahal), tetapkanlah harga untuk kami. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lalu menjawab, ‘Alah-lah Penentu harga, Penahan, Pembentang, dan Pemberi rizki. Aku berharap tatkala bertemu Allah, tidak ada seorang-pun yang meminta padaku tentang adanya kedzaliman dalam urusan darah dan harta’”.

Jadi apakah kenaikan harga barang-barang di jaman Rasulullah tersebut adalah sama dengan inflasi yang terjadi ketika daya beli uang menurun ? menurut saya kok bukan, itulah naik turunnya harga barang yang fitrah karena mekanisme supply and demand. Ketika barang yang hendak dibeli dengan Dinar atau Dirham menjadi langka, ya tentu harganya akan naik – bukan karena penurunan daya beli Dinar dan Dirham itu sendiri.

Lantas perbedaannya dimana dengan inflasi ?. Pertama naik turunnya barang yang fitrah  tidak disertai penurunan daya beli uang yang digunakan - karena digunakan untuk membeli barang-barang lainnya dia tetap berharga. Kedua karena daya beli uang tidak menurun, maka harga barang akan kembali menuju keseimbangannya ketika supply barang akan cenderung  bertambah ketika harga barang naik – sampai harga kembali normal.

Itulah mengapa hadits tentang harga kambing satu Dinar di atas terbukti hingga kini.  Bukan berarti selamanya satu Dinar, kadang lebih dan kadang kurang tergantung dengan supply and demand-nya. Tetapi dalam jangka panjang dia akan cenderung konvergen menuju kisaran satu Dinar.

Bandingkan hal ini dengan harga kambing dalam Rupiah yang berada di kisaran Rp 1,600/ekor ketika saya kecil akhir tahun 1960-an; tidak pernah balik ke Rp 1,600 hingga kini bukan ? Inilah inflasi itu – harga naik terakumulasi dari waktu ke waktu sehingga tidak pernah balik ke harga tahun-tahun sebelumnya !. Dari waktu ke waktu pergerakan harga divergen, semakin menjauh dari harga pada tahun yang menjadi rujukannya.

Bahwasanya harga emas relatif terhadap barang-barang cenderung konvergen dalam jangka panjang, ini karena supply emas memang tidak pernah berlebihan. Allah menjaganya agar tetap adil sebagai timbangan untuk muamalah seperti yang diungkap oleh Hujjatul Islam Al-Ghazali.

Ini terbukti secara ilmiah dari data statistik ratusan tahun yang menyatakan bahwa supply emas di muka bumi parallel dengan perkembangan jumlah penduduk dunia.  Statistik ratusan tahun tersebut ada di buku saya ‘ Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham’ – halam 105.

Sebenarnya saya tidak mempermasalahkan, seandainya toh yang dimaksud ‘sangat kontra produktif’, ‘lebay’ atau ‘kurang mendidik’ tersebut ditujukan ke saya sekalipun – meskipun saya tidak merasa demikian. Tetapi yang mendorong saya untuk merespon tulisan dua pakar ini adalah bukan yang terkait kritikan terhadap saya- atau penggerak Dinar dan Dirham lainnya  – saya tidak pernah merespon yang demikian, yang mendorong saya untuk merespon justru harapan saya kepada dua penulis  yang dia bersama lembaganya menjadi rujukan masyarakat di media.

Mereka adalah orang-orang pinter dibidangnya, jadi banyak umat percaya dan berharap banyak terhadap mereka. Tetapi lantas jangan sampai mereka begitu PD-nya terhadap ilmu ekonominya, sampai berani menantang hadits dengan kalimatnya yang saya kutip penuh – termasuk penulisan titik komanya sbb : “ Ungkapan yang populer untuk menunjukkan hal ini adalah bahwa dulu waktu zaman Rosulullah harga seekor domba sekitar satu dinar dan sampai sekarangkpun harganya tetap satu dinar. Silahkan anda percaya mengenai hal ini. Tetapi ilmu ekonomi akan berkata lain”.

Yang tersirat dari pernyataan tersebut pertama adalah hadits yang terkait dengan harga kambing ini dianggapnya sebagai ‘ungkapan populer’ semata – yang namanya popular tentu bisa mereda setelah tidak lagi popular, sedangkan keyakinan kita menyatakan bahwa kebenaran al-hadits adalah abadi sampai akhir jaman. Yang kedua penulis mempersilahkan pembacanya untuk mempercayainya, tetapi ilmu ekonomi mereka berkata lain ?.

Mungkin saya keliru memahami maksud kalimat tersebut, tetapi kalau yang saya tangkap benar seperti itu maksud mereka – yaitu ilmu ekonomi mereka yang berkata lain yang dianggap lebih benar – maka kemudian digunakannya untuk membantah  kebenaran hadits yang disebutnya sebagai ‘ungkapan populer’, saya jadi berharap banyak kepada saudaraku yang pinter-pinter ini untuk minimal segera beristigfar.

Adab menulis ilmiah apalagi dalam nuansa Islam saja sebenarnya sudah tidak pada tempatnya menggunakan kata-kata ya kurang baik seperti kata-kata  ‘sangat kontra produktif’,  ‘lebay’ dan ‘kurang mendidik’ ; apalagi kalau sampai ditambahi dengan nada merendahkan al-Hadits sebagai  ‘ungkapan  populer’ yang bisa dipercayai bisa juga tidak – dan seolah ilmu ekonomi bisa lebih benar ? , maka kata-kata demikian sungguh mengejutkan kami karena itu datang dari para ahli ekonomi syariah yang diharapkan banyak orang – dari sisi individu maupun lembaganya.

Bukankah sebagai seorang Muslim yang berpegang kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits yang shahih kita harus mengimani apa yang ada didalamnya ?. Bahkan ketika ilmu pengetahuan kita belum sampai untuk melihat kebenarannya – bisa jadi itu karena keterbatasan ilmu kita ?.

Hadits yang iriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri  berikut bisa menjadi pelajaran: “ Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan berkata, “ Saudaraku sedang mengalami sakit perut” kemudian Rasulullah, Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata kepada laki-laki tersebut, “Suruh dia minum madu”, Laki-laki tersebut kembali kepada Rasulullah, Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan beliau berkata kembali “Suruh dia minum madu”, Laki-laki tersebut kembali untuk ketiga kalinya dan Rasulullah tetap berkata “Suruh dia minum madu” , kemudian laki-laki itu kembali dan berkata “ Sudah saya lakukan ya Rasulallah”, kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda “Allah telah menyampaikan yang benar, tetapi perut saudaramu berbohong, suruh dia minum madu”. Kemudian laki-laki itu meminta saudaranya untuk kembali minum madu dan dia sembuh”. Wa Allahu ‘Alam.

Laa hawla wa laa quwwata illaa bi Allah.

Rabu, 18 Januari 2012

Harga Emas : Dari Mana dan Akan Kemana…?

Harga Emas : Dari Mana dan Akan Kemana…?


Oleh Muhaimin Iqbal

Jum'at, 13 January 2012 06:53

Dalam dunia usaha, posisi sesaat tidaklah terlalu penting dibandingkan dengan trend-nya. Misalnya Anda punya warung sembako yang tahun 2011 lalu omset-nya Rp 50 juta, Angka ini tidak bisa untuk menjelaskan kinerja Anda apakah baik atau buruk. Angka ini baru berarti sesuatu bila misalnya dibandingkan dengan penjualan tahun sebelumnya. Bila tahun 2010 omset Anda Rp 25 juta, berarti kinerja Anda tahun 2011 meningkat luar biasa 100 %. Sebaliknya bila tahun 2010 omset Anda sudah Rp 100 juta, maka usaha Anda sedang mengalami sunset atau sedang tenggelam di tahun 2011. Maka demikian pulalah dalam melihat perkembangan harga emas.
Pada akhir tahun 2011 lalu harga emas perdagangan London ditutup pada angka US$ 1,531.00/Oz – ini tidak menjelaskan apa-apa bila tidak dilengkapi dengan pembanding dari angka-angka tahun sebelumnya. Dari data di Kitco.com misalnya Anda bisa tahu bahwa harga emas penutupan London tahun sebelumnya (2010) adalah US$ 1,405.50, dan penutupan lima tahun sebelumnya (2007) adalah US$ 833.75. Jadi harga emas dunia akhir tahun 2011 sejatinya mengalami kenaikan sekitar 9 % dibanding tahun sebelumnya, dan naik sekitar 84 % dibandingkan lima tahun sebelumnya.
Dalam rupiah angka-angka ini berbeda karena faktor kurs. Akhir 2011 harga emas di pasar Indonesia sekitar Rp 500,000/gr, dibandingkan dengan akhir tahun 2010 sekitar Rp 400,000/gr dan akhir 2007 sekitar Rp 250,000/gr. Artinya di Indonesia harga emas telah mengalami kenaikan 25 % setahun terakhir dan 100 % dalam lima tahun terakhir !.
Apa makna angka-angka tersebut sesungguhnya ?, masyarakat harus melihat emas ini dalam perspektif jangka panjang. Pemerintah China nampak-nya melihat hal ini dengan baik sehingga bank sentralnya terus menambah persediaan emasnya disamping juga mereka mendorong dan mempermudah rakyatnya rame-rame membeli emas.
Tidak demikian halnya dengan negara-negara lain, dengan alasan-nya sendiri-sendiri dan sebagian juga karena ketidak tahuannya – negara-negara lain lebih condong mendorong rakyatnya mengakumulasi kekayaan dalam uang kertasnya – mereka justru kawatir bila rakyatnya terlalu banyak memegang emas maka mata uang kertas mereka akan jatuh.
Disinilah sebenarnya pentingnya peran pemerintah, bank sentral dan dunia per-bank-an untuk dapat melihat emas ini dari perpekstif jangka panjang dan dari perspektif kepentingan masyarakat/rakyat-nya untuk bisa bertahan - bila krisis mata uang seperti yang pernah kita alami tahun 1997/1998 berulang.
Sejak dua tahun lalu saya sebenarnya termasuk yang tidak setuju dengan akselerasi pembelian emas oleh masyarakat yang didanai dengan uang pinjaman atau gadai - bila tidak didukung oleh proses penciptaan nilai tambah. Namun bila kini direm mendadak sebenarnya juga tidak tepat, apalagi bila keputusan pengereman-nya dilandasi dengan persepsi jangka pendek bahwa seolah harga emas akan nyungsep.
Yang harus dilakukan oleh pemerintah, bank sentral dan dunia perbankan adalah meng-edukasi secara benar agar masyarakat tahu betul karakter dan funsgi emas ini. Mereka harus mementingkan kemampuan masyarakat dalam memutar ekonomi kemudian juga mampu mempertahankan kemakmurannya dengan baik – di atas kepentingannya untuk menjaga nilai mata uang kertas yang costly dan toh terbukti terus mengalami penurunan daya beli - sekuat apapun mereka berusaha mempertahankannya.
Fungsi semacam ini juga yang diemban oleh Gerai Dinar dalam skala Mikro, melalui tulisan dan melalui briefing ke agen-agen baru selalu kami ingatkan bahwa membuat masyarakat paham jauh lebih penting ketimbang membuat masyarakat membeli. Agen tidak kami kenakan target penjualan karena memang bukan menjual emas atau Dinar ini target utama kami – tetapi membuat masyarakat paham.
Itulan sebabnya tulisan di www.geraidinar.com jauh lebih banyak yang mengajak untuk memutar emas atau Dinar dengan membangun jiwa dan semangat entrepreneurship – ketimbang yang membahas Dinar atau emas itu sendiri.
Tulisan-tulisan mengenai emas seperti pada tulisan ini hanya saya buat bila dipandang perlu untuk untuk me-refresh posisi perkembangan terakhir dan memberi perspektif yang lebih luas kepada masyarakat.
Dari waktu ke-waktu harga emas berayun seperti bandul jam. Bila posisi jam 6 kita anggap harga rata-rata, posisi jam 5 adalah harga tertinggi dan posisi jam 7 adalah harga terendah – maka begitulah harga emas – kadang menuju angka terendah (ayunan dari arah jam 6 ke jam 7) – kadang menuju angka tertinggi (dari arah jam 6 ke jam 5).
Untuk membantu memahaminnya saya sajikan grafik harga emas dalam Rp/gr yang saya kumpulkan sejak hampir empat tahun lalu dibawah. Harga rata-rata untuk mengetahui posisi jam 6-nya saya ambil dari rata-rata bergerak 50 harian atau bila di pasar disebut Daily Moving Average – 50 (DMA-50).


Trend Harga Emas 2008-2012

Maka dari grafik harga suatu waktu dan harga DMA-50 kurang lebih kita bisa memvisualisasikan sedang berada dimana bandul jam saat itu. Untuk Saat ini kurang lebih kita berada di sekitar jam 6 karena harga emas lagi berada di kisaran Rp 510,000/gram yang bersamaan dengan itu harga DMA-50 juga berada di kisaran harga ini.
Beberapa pekan terakhir ketika masyarakat investor emas dibuat panik dengan investasi emasnya karena didorong oleh (wacana perubahan) kebijakan di bank sentral dan dunia perbankan syariah – saat itu bandul harga emas memang lagi berada di arah jam 6-7 ( berayun kebawah). Waktu-waktu di mana garis biru berada dibawah garis ungu adalah waktu bandul jam berada antara pukul 6-7 atau sebaliknya, dan ketika garis biru di atas garis ungu adalah ketika bandul jam berada antara pukul 6-5 atau sebaliknya.
Sebagaimana ayunan bandul jam yang bergerak cepat dengan urutan 6-7-6-5-6-7-6-5 dst., maka posisi gerakan cepat ini sebenarnya tidak perlu membuat panik siapapun apalagi kalau sampai menjadi dasar suatu kebijakan.
Dasar suatu kebijakan harus didukung oleh perspektif jangka panjang. Dari grafik di atas misalnya, kita tahu bahwa dari waktu ke waktu memang harga emas terus berayun – tetapi long term trend-nya jelas masih naik.
Meskipun demikian, betapa masuk akalnya sekalipun trend harga emas jangka panjang seperti yang pernah juga saya buat prediksi matematisnya di tulisan sebelumnya- dimana berdasarkan formula trend polynomial harga emas akan mencapai kisaran di atas Rp 1,000,000/gram tahun 2015 (ketika anak Anda yang kelas 3 SMP sekarang sampai kelas 3 SMA !) – ini tetaplah prediksi, bisa benar dan bisa juga keliru.
Tidak ada yang bisa melihat masa depan dengan 100% kebenaran, oleh karena itulah masyarakat harus dibuat mengerti dahulu sebelum mereka membeli atau berinvestasi di emas ini – mereka harus bisa melihat full picture-nya, bukan antusiasme sesaat seperti ketika harga emas melonjak selama Agustus – September 2011 lalu, dan bukan pula harus menjual karena kepanikan sesaat seperti yang terjadi antara November - Desember 2011 lalu. Wa Allahu ‘Alam.

Minggu, 01 Januari 2012

Catatan Akhir Tahun 2011 : Apakah Dinar/ Emas Masih Menguntungkan…?

Catatan Akhir Tahun 2011 : Apakah Dinar/ Emas Masih Menguntungkan…?
Oleh Muhaimin Iqbal
Sabtu, 31 December 2011 07:45

Karena tanggal 31 Desember 2011 jatuh pada hari libur tidak ada transaksi di pasar, maka transaksi terakhir di pasar emas dunia untuk 2011 adalah bersamaan dengan ditutupnya pasar New York tanggal 30 Desember 2011 sore hari atau pagi ini waktu Indonesia. Harga emas dunia ditutup pada harga US$ 1,568/Ozt , dan harga Dinar ditutup pada angka Rp 2,170,891. Dengan angka penutupan seperti ini, apakah investasi Dinar atau emas masih menguntungkan sepanjang tahun 2011 ?



Jawabannya tergantung kapan Anda mulai investasinya dan dari mana asal uangnya. Bila Anda sudah mulainya setahun lalu, maka investasi Dinar Anda memberikan kisaran hasil 23 % atau bila dipotong selisih harga jual dan harga beli 4 % (bisa ditekan tinggal 2 % bila Anda jual ke sesama pengguna yang juga kita fasilitasi melalui jual less 1%), hasil bersih investasi ini masih di kisaran 19 % - 21 % - atau sekitar tiga kali hasil bersih deposito.



Bila Anda mulai investasinya baru dalam 4 bulan terakhir, dipastikan Anda rugi karena Dinar mengalami trend penurunan yang significant sejak September 2011.



Yang menarik adalah bila dilihat sumber dana yang Anda gunakan untuk investasi emas ini. Hasil bersih setahun terakhir yang berada di kisaran 19%-21% tersebut diatas hanya berlaku bila dana yang Anda pakai untuk membeli emas/Dinar adalah uang Anda sendiri.



Bila dana yang Anda gunakan untuk investasi adalah uang bank atau uang pinjaman lainnya, maka hasil bersih yang 19%-21 % akan nyaris habis karena ongkos modal yang Anda gunakan (biaya gadai misalnya) berada di kisaran angka 18%. Hasil bersih yang hanya 1%- 3 % (setelah dipotong ongkos modal), tidak cukup menarik untuk mengimbangi jerih payah dan sport jantung Anda.



Itulah sebabnya melalui berbagai tulisan sejak lebih dari dua tahun lalu, saya sudah mengingatkan agar masyarakat tidak berspekulasi dengan membeli emas menggunakan dana pinjaman atau gadai. Kecuali bila dana pinjaman atau gadai ini untuk kegiatan produktif riil (bukan dari naik turunnya harga) yang menghasilkan nilai lebih besar dari ongkos dana-nya, atau yang saya sebut Gold Based Capital.



Lantas bagaimana dengan tahun 2012 ?. Parkiraan saya akan banyak factor yang bisa mendorong harga emas ke atas, antara lain adalah pengaruh jangka panjang dari Quantitative Easing dalam berbagai namanya selama krisis AS dan Eropa 2011. Yang juga bisa melejitkan harga emas dunia 2012 adalah bila krisis Iran – AS yang hari-hari ini memanas terus ter-eskalasi.



Tiga puluh tahun lalu, harga emas pernah melonjak dari angka US$ 215/Ozt (Januari 1979) ke angka US$ 850/Ozt (Januari 1980) ketika terjadi ketegangan antara Iran dan Amerika pada krisis penyanderaan 52 warga Amerika di Iran selama 444 hari dari tanggal 4 November 1979 s/d 20 Januari 1981.



Terlepas dari peluang naiknya harga emas dunia di tahun 2012 tersebut, sekali lagi saya tidak merekomendasikan untuk mendananinya dengan dana pinjaman, kecuali untuk kegiatan produktif.



Sejalan dengan tema sentral untuk produktif di tahun 2012 tersebut, maka resolusi saya untuk 2012 adalah Get Real…! InsyaAllah.

Déjà vu Harga Dinar, How Low Can You Go ?

Déjà vu Harga Dinar, How Low Can You Go ?
Oleh Muhaimin Iqbal
Jum'at, 30 December 2011 06:55

Tanpa terasa system kita sudah me-record secara kontinyu pergerakan harga Dinar selama empat tahun ini sehingga up and down-nya sudah cukup kita alami. Meskipun lebih banyak up-nya, pada tulisan ini saya akan menekankan waktu-waktu dimana harga Dinar lagi down seperti saat ini – untuk mengingatkan kita semua agar tidak menggunakan fluktuasi harga emas sebagai media spekulasi. Ada setidaknya 4 kali dalam 4 tahun terakhir ini saya menulis dengan judul “…How Low Can You Go ?”, karena ini kurang lebih mewakili pertanyaan-pertanyaan dari para pembaca ketika harga lagi rendah.



Tulisan pertama di blog lama saya tanggal 15 Agustus 2008 ketika harga Dinar jatuh ke angka Rp 1,123,000,- turun 13.5 % dari harga tertinggi 5 bulan sebelumnya pada angka Rp 1,299,000,- tanggal 17 Maret 2008. Tulisan kedua tanggal 7 April 2009 ketika harga Dinar berada pada angka Rp 1,436,000, atau turun 12 % dari angka tertinggi kurang dari dua bulan sebelumnya yang sudah sempat mencapai Rp 1,640,000,- tanggal 21 Februari 2009.



Tulisan ketiga adalah tanggal 26 September 2011 ketika harga Dinar jatuh ke angka Rp 2,152,233 atau turun 10 % dari angka tertinggi hanya sepekan sebelumnya pada harga Rp 2,396,735,-. Tulisan keempat adalah tulisan ini pada saat harga berada pada angka Rp 2,142,000,- atau lebih rendah 11 % dari angka tertinggi 4 bulan sebelumnya pada angka Rp 2,396,734 tanggal 19 September 2011.





Harga Dinar Emas 2007-2011




Tiga tulisan sebelumnya (keempat dengan yang ini) memang saya tulis dengan judul yang sama karena memang nuansa dan waktunya sama, yaitu ketika pembaca banyak sekali yang menanyakan “apakah masih bisa turun lagi, seberapa rendah, dlsb.” Ini adalah peristiwa yang dalam bahasa Perancis disebut déjà vu atau secara harfiah artinya ‘pernah melihat sebelumnya…’.



Setidaknya melalui tiga tulisan sebelumnya kita pernah melihat harga emas jatuh secara significant, tetapi kemudian setelah itu kembali ke trend jangka panjangnya yaitu naik. Ketika jangka pendek harga emas bisa turun sampai belasan persen hanya dalam beberapa bulan saja, rata-rata kenaikannya masih berada di sekitar angka 25% per tahun dalam 4 tahun terakhir. Atau secara kumulatif harga Dinar telah naik sekitar 142 % sejak system kami mencatat harganya secara kontinyu seperti yang tertuang dalam grafik diatas.



Banyak pelajaran sebenarnya dari grafik tersebut diatas, tetapi intinya jangan panik oleh penurunan harga Dinar atau emas jangka pendek. Apakah ini berarti bahwa rezim harga emas yang lagi rendah sekarang akan kembali naik seperti dalam tiga peristiwa sebelumnya ? Wa Allahu A’lam, tidak ada yang bisa menjamin. Tetapi peluang ke arah sana tentu besar – meskipun bisa jadi dalam waktu dekat turun dahulu sebelum kembali ke trend jangka panjangnya yang naik.



Lantas seberapa besar peluang naiknya dan sampai berapa ? ilustrasi grafik dibawah dapat memberikan gambaran kasarnya.





Trend Harga Dinar Emas 2007-2011




Dengan peluang di atas 90%, berdasarkan statistik 4 tahun terakhir trend harga Dinar mengikuti persamaan polynomial y (emas)=008x2 - 0.2164x + 279425. Dengan formula ini harga Dinar empat tahun ke depan akan berada di kisaran Rp 2,310,000 (2012) ; Rp 2,950,000 (2013) ; Rp 3,740,000 (2014) dan Rp 4,680,000 (2015). Angka-angka ini sekali lagi menguatkan bahwa emas atau Dinar bukan ‘mainan’ jangka pendek, bagi Anda yang sudah mengenal Dinar dalam empat tahun terakhir pasti sudah bisa merasakannya.



Tentu saja angka-angka ini hanya perkiraan statistik semata, yaitu bisa benar bila seluruh faktor-faktor yang mempengaruhi harga emas 4 tahun terakhir akan berulang dalam 4 tahun kedepan. Hasilnya akan berbeda bila faktor lingkungan yang mempengaruhinya juga berbeda. Wa Allahu A’lam.