Contact

Rizky maulana / Sofi Pujiastuti

telp 08112240196 / 081320140019

email Rizfajzan @ gmail

twitter follow@AlfabbyRizky

Pasar Soreang Blok I & II E ( Hj Wewen ) Soreang Bandung

No Rek 13000 - 1122 - 4030 Bank mandiri Cab Soreang - Bandung

Hari kerja Senin - Jum'at ( kecuali hari Libur Nasional)

Jam kerja 08.00 - 16.00 WIB

Minggu, 30 Juni 2013

Emas Di Antara Pesimism dan Optimism…

Emas Di Antara Pesimism dan Optimism…      
Kategori : Dinar/Emas     
    Published on Saturday, 29 June 2013 09:19      
Oleh : Muhaimin Iqbal  
Setelah penurunan beruntun harga emas dunia sejak April lalu, tidak dipungkiri bahwa semakin banyak pihak yang pesimis dengan perkembangan harga emas kedepan. Pada saat yang bersamaan tentu masih ada juga yang tetap optimis atau setidaknya mengambil kesempatan dari harga emas yang terdiscount secara besar-besaran ini. Siapa yang pesimis dan siapa yang optimis ?     
Yang pesimis pada umumnya adalah para investor dan spekulan yang memandang emas hanya sebagai salah satu instrument investasi saja. Mereka ini antara lain terpersonifikasi pada diri George Soros untuk individual dan Goldman Sachs untuk institusi. Perilaku keduanya terhadap emas telah ikut mendorong jatuhnya harga emas dunia dalam beberapa bulan terakhir.     Yang pesimis ini  jumlahnya sedikit, tetapi mereka inilah yang perkasa di perdagangan emas dunia – terutama yang dalam bentuk paper seperti ETF dlsb. Jadi meskipun jumlahnya sedikit mereka tetap mampu mengguncang dunia perdagangan emas.     Lantas siapa yang masih bisa optimism dan bahkan mengambil kesempatan dalam kejatuhan harga emas dunia ini ?
Mereka ini adalah masyarakat yang secara tradisi memang menggunakan emas sebagai bagian dari lifestyle-nya. Masyarakat China dan India yang penduduknya mewakili sekitar 40% dari penduduk dunia, kebutuhan emas fisiknya mewakili sekitar 61 % dari pasar emas fisik dunia.     Pasca kejatuhan harga emas di bulan April lalu, emas fisik di India rata-rata diperdagangkan lebih tinggi sekitar US$ 40 /ozt diatas harga emas dunia per troy ounce-nya. Dua pekan lalu sekitar 10,000-an orang di China rela ngantri di jalan untuk memborong emas yang lagi jatuh harganya.     Di sinilah ironinya, pasar emas fisik yang begitu besar seperti di India, China dan bahkan juga Indonesia, dalam hal harga masih sangat terpengaruhi oleh pasar emas non fisik. Sebaliknya Amerika dan Eropa dimana pasar emas fisiknya hanya sekitar 10% dari pasar emas fisik dunia, perdagangan bursanya yang di London dan New York seolah menjadi penentu harga emas dunia.  
Pasar Emas Fisik Dunia (Source : World Gold Council)     Lantas dimana posisi kita di antara kedua kelompok tersebut di atas ? Kita bukan George Soros atau Goldman Sachs, tapi kita juga bukan India atau China. Kita membutuhkan emas bukan sebagai investasi atau hanya sekedar lindung nilai, kita membutuhkan emas untuk timbangan yang adil dalam muamalah, dan bahkan juga membutuhkan emas untuk pelaksanaan sebagian syariat itu sendiri seperti menentukan nilai untuk membayar zakat dlsb.     Bahkan negeri ini sebenarnya juga butuh tambahan cadangan emas di bank sentral yang kini tinggal sekitar 73 ton atau sekitar 24% lebih rendah dari cadangan emas kita selama seperempat abad antara tahun 1981 s/d 2006. Kalau tidak bisa menambah, setidaknya kini kesempatan baik untuk membeli kembali emas yang pernah kita jual di akhir 2006 – mumpung harga lagi murah ! Belasan negara di dunia menambah cadangan emas di bank sentral-nya sepanjang tahun lalu, mengapa tidak Indonesia ?     Bagi negeri-negeri yang penduduknya mayoritas Islam, selain meningkatkan cadangan emas bank sentralnya, mestinya bisa juga mengikuti apa yang dilakukan India dan China – yaitu mendorong rakyatnya menguasai emas fisik dunia. Bukan untuk ditimbun atau sekedar dijadikan perhiasan, tetapi agar kita punya timbangan yang adil untuk muamalah itu kembali – mumpung harga emas dunia lagi murah. Wa Allahu A’lam. -

Emas Di Antara Pesimism dan Optimism…

Setelah penurunan beruntun harga emas dunia sejak April lalu, tidak dipungkiri bahwa semakin banyak pihak yang pesimis dengan perkembangan harga emas kedepan. Pada saat yang bersamaan tentu masih ada juga yang tetap optimis atau setidaknya mengambil kesempatan dari harga emas yang terdiscount secara besar-besaran ini. Siapa yang pesimis dan siapa yang optimis ?

Yang pesimis pada umumnya adalah para investor dan spekulan yang memandang emas hanya sebagai salah satu instrument investasi saja. Mereka ini antara lain terpersonifikasi pada diri George Soros untuk individual dan Goldman Sachs untuk institusi. Perilaku keduanya terhadap emas telah ikut mendorong jatuhnya harga emas dunia dalam beberapa bulan terakhir.

Yang pesimis ini  jumlahnya sedikit, tetapi mereka inilah yang perkasa di perdagangan emas dunia – terutama yang dalam bentuk paper seperti ETF dlsb. Jadi meskipun jumlahnya sedikit mereka tetap mampu mengguncang dunia perdagangan emas.

Lantas siapa yang masih bisa optimism dan bahkan mengambil kesempatan dalam kejatuhan harga emas dunia ini ? Mereka ini adalah masyarakat yang secara tradisi memang menggunakan emas sebagai bagian dari lifestyle-nya. Masyarakat China dan India yang penduduknya mewakili sekitar 40% dari penduduk dunia, kebutuhan emas fisiknya mewakili sekitar 61 % dari pasar emas fisik dunia.

Pasca kejatuhan harga emas di bulan April lalu, emas fisik di India rata-rata diperdagangkan lebih tinggi sekitar US$ 40 /ozt diatas harga emas dunia per troy ounce-nya. Dua pekan lalu sekitar 10,000-an orang di China rela ngantri di jalan untuk memborong emas yang lagi jatuh harganya.

Di sinilah ironinya, pasar emas fisik yang begitu besar seperti di India, China dan bahkan juga Indonesia, dalam hal harga masih sangat terpengaruhi oleh pasar emas non fisik. Sebaliknya Amerika dan Eropa dimana pasar emas fisiknya hanya sekitar 10% dari pasar emas fisik dunia, perdagangan bursanya yang di London dan New York seolah menjadi penentu harga emas dunia.


Pasar Emas Fisik Dunia (Source : World Gold Council)

Lantas dimana posisi kita di antara kedua kelompok tersebut di atas ? Kita bukan George Soros atau Goldman Sachs, tapi kita juga bukan India atau China. Kita membutuhkan emas bukan sebagai investasi atau hanya sekedar lindung nilai, kita membutuhkan emas untuk timbangan yang adil dalam muamalah, dan bahkan juga membutuhkan emas untuk pelaksanaan sebagian syariat itu sendiri seperti menentukan nilai untuk membayar zakat dlsb.

Bahkan negeri ini sebenarnya juga butuh tambahan cadangan emas di bank sentral yang kini tinggal sekitar 73 ton atau sekitar 24% lebih rendah dari cadangan emas kita selama seperempat abad antara tahun 1981 s/d 2006. Kalau tidak bisa menambah, setidaknya kini kesempatan baik untuk membeli kembali emas yang pernah kita jual di akhir 2006 – mumpung harga lagi murah ! Belasan negara di dunia menambah cadangan emas di bank sentral-nya sepanjang tahun lalu, mengapa tidak Indonesia ?

Bagi negeri-negeri yang penduduknya mayoritas Islam, selain meningkatkan cadangan emas bank sentralnya, mestinya bisa juga mengikuti apa yang dilakukan India dan China – yaitu mendorong rakyatnya menguasai emas fisik dunia. Bukan untuk ditimbun atau sekedar dijadikan perhiasan, tetapi agar kita punya timbangan yang adil untuk muamalah itu kembali – mumpung harga emas dunia lagi murah. Wa Allahu A’lam.
- See more at: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1268-emas-di-antara-pesimism-dan-optimism#sthash.mHSYQjaZ.dpuf

Emas Di Antara Pesimism dan Optimism…

Setelah penurunan beruntun harga emas dunia sejak April lalu, tidak dipungkiri bahwa semakin banyak pihak yang pesimis dengan perkembangan harga emas kedepan. Pada saat yang bersamaan tentu masih ada juga yang tetap optimis atau setidaknya mengambil kesempatan dari harga emas yang terdiscount secara besar-besaran ini. Siapa yang pesimis dan siapa yang optimis ?

Yang pesimis pada umumnya adalah para investor dan spekulan yang memandang emas hanya sebagai salah satu instrument investasi saja. Mereka ini antara lain terpersonifikasi pada diri George Soros untuk individual dan Goldman Sachs untuk institusi. Perilaku keduanya terhadap emas telah ikut mendorong jatuhnya harga emas dunia dalam beberapa bulan terakhir.

Yang pesimis ini  jumlahnya sedikit, tetapi mereka inilah yang perkasa di perdagangan emas dunia – terutama yang dalam bentuk paper seperti ETF dlsb. Jadi meskipun jumlahnya sedikit mereka tetap mampu mengguncang dunia perdagangan emas.

Lantas siapa yang masih bisa optimism dan bahkan mengambil kesempatan dalam kejatuhan harga emas dunia ini ? Mereka ini adalah masyarakat yang secara tradisi memang menggunakan emas sebagai bagian dari lifestyle-nya. Masyarakat China dan India yang penduduknya mewakili sekitar 40% dari penduduk dunia, kebutuhan emas fisiknya mewakili sekitar 61 % dari pasar emas fisik dunia.

Pasca kejatuhan harga emas di bulan April lalu, emas fisik di India rata-rata diperdagangkan lebih tinggi sekitar US$ 40 /ozt diatas harga emas dunia per troy ounce-nya. Dua pekan lalu sekitar 10,000-an orang di China rela ngantri di jalan untuk memborong emas yang lagi jatuh harganya.

Di sinilah ironinya, pasar emas fisik yang begitu besar seperti di India, China dan bahkan juga Indonesia, dalam hal harga masih sangat terpengaruhi oleh pasar emas non fisik. Sebaliknya Amerika dan Eropa dimana pasar emas fisiknya hanya sekitar 10% dari pasar emas fisik dunia, perdagangan bursanya yang di London dan New York seolah menjadi penentu harga emas dunia.


Pasar Emas Fisik Dunia (Source : World Gold Council)

Lantas dimana posisi kita di antara kedua kelompok tersebut di atas ? Kita bukan George Soros atau Goldman Sachs, tapi kita juga bukan India atau China. Kita membutuhkan emas bukan sebagai investasi atau hanya sekedar lindung nilai, kita membutuhkan emas untuk timbangan yang adil dalam muamalah, dan bahkan juga membutuhkan emas untuk pelaksanaan sebagian syariat itu sendiri seperti menentukan nilai untuk membayar zakat dlsb.

Bahkan negeri ini sebenarnya juga butuh tambahan cadangan emas di bank sentral yang kini tinggal sekitar 73 ton atau sekitar 24% lebih rendah dari cadangan emas kita selama seperempat abad antara tahun 1981 s/d 2006. Kalau tidak bisa menambah, setidaknya kini kesempatan baik untuk membeli kembali emas yang pernah kita jual di akhir 2006 – mumpung harga lagi murah ! Belasan negara di dunia menambah cadangan emas di bank sentral-nya sepanjang tahun lalu, mengapa tidak Indonesia ?

Bagi negeri-negeri yang penduduknya mayoritas Islam, selain meningkatkan cadangan emas bank sentralnya, mestinya bisa juga mengikuti apa yang dilakukan India dan China – yaitu mendorong rakyatnya menguasai emas fisik dunia. Bukan untuk ditimbun atau sekedar dijadikan perhiasan, tetapi agar kita punya timbangan yang adil untuk muamalah itu kembali – mumpung harga emas dunia lagi murah. Wa Allahu A’lam.
- See more at: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1268-emas-di-antara-pesimism-dan-optimism#sthash.mHSYQjaZ.dpuf

Harga Emas Jatuh, Masihkah Berfungsi Sebagai Proteksi Nilai…?

Untuk kedua kalinya dalam beberapa bulan terakhir harga emas jatuh, pagi ini harga emas di pasar internasional di kisaran US$ 1,283/ozt dan Dinar berada di kisaran Rp 1,800,000,-. Penyebabnya masih sama yaitu sebagaimana kenaikannya didorong oleh kebijakan Quantitative Easing (QE) the Fed, kejatuhannya juga disebabkan oleh (rencana) penghentian QE ini. Pertanyaannya adalah, masihkah emas atau Dinar efektif untuk instrumen proteksi nilai ?

Untuk menjawab ini saya gunakan dua data, yaitu data inflasi dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan data harga emas internasional dari Kitco. Untuk data inflasi BPS, saya hanya dapat data untuk tujuh tahun terakhir yaitu sejak 2007-2013 (yg terakhir ini estimasi). Data ini kemudian saya sajikan dalam grafik berikut.


Sumber Data Inflasi : BPS; 2013 estimasi 7 %

Cara membacanya adalah, seandainya tahun 2006 kita membeli barang secara umum seharga Rp 780,000 – yaitu setara 1 Dinar saat itu, maka mengikuti data inflasi tersebut barang yang sama saat ini dapat kita beli dengan harga Rp 1,174,000,-. 1 Dinar yang saat ini sekitar Rp 1,800,000,- tetap lebih dari cukup untuk membeli barang tersebut pada harganya sekarang.

Inilah fungsi proteksi nilai itu, yang ditunjukkan dalam grafik yang masih berada di atas grafik harga inflasi.

Untuk data yang lebih panjang yaitu dalam rentang 43 tahun sejak tahun 1970-2013, atas permintaan salah satu pembaca saya sajikan dalam bentuk table berikut.


Sumber : Kitco dlll

Cara membaca table tersebut adalah bila Anda pada tahun 1970 memiliki uang Rp 1,- yang saat itu cukup untuk membeli 1 krupuk, berapa krupuk yang Anda bisa beli saat ini dengan uang Rp 1 ,- ? Ternyata harga krupuk saat ini adalah Rp 1,000,- sehingga uang Rp 1,- hanya cukup untuk membeli 1/1000 krupuk.

Surprise ?, data yang saya kumpulkan dan olah dari Kitco dan perbagai sumber informasi nilai tukar menghasilkan perhitungan daya beli 1 Rupiah terhadap krupuk per pagi ini adalah 0.0012 atau sangat-sangat dekat dengan 1/1,000 bukti empiris lapangan – Anda bisa beli krupuk di kantin Anda dengan harga Rp 1,000 ini insyaAllah. Saya sajikan pula satuan-satuan yang lebih besar karena tentu uang Anda bukan hanya untuk membeli krupuk !

Grafik dan table tersebut di atas menguatkan teori bahwa emas adalah instrumen proteksi nilai yang efektif untuk jangka panjang. Bila Anda kecewa dengan penurunan nilainya akhir-akhir ini, bisa jadi karena Anda baru menggunakannya untuk beberapa tahun terakhir – sehingga belum cukup lama untuk bisa menikmati efektifitas fungsi proteksi nilainya. Wa Allahu A’lam.

- See more at: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1263-harga-emas-jatuh-masihkah-berfungsi-sebagai-proteksi-nilai#sthash.I7u4kOIQ.dpuf

Harga Emas Jatuh, Masihkah Berfungsi Sebagai Proteksi Nilai…?

Untuk kedua kalinya dalam beberapa bulan terakhir harga emas jatuh, pagi ini harga emas di pasar internasional di kisaran US$ 1,283/ozt dan Dinar berada di kisaran Rp 1,800,000,-. Penyebabnya masih sama yaitu sebagaimana kenaikannya didorong oleh kebijakan Quantitative Easing (QE) the Fed, kejatuhannya juga disebabkan oleh (rencana) penghentian QE ini. Pertanyaannya adalah, masihkah emas atau Dinar efektif untuk instrumen proteksi nilai ?

Untuk menjawab ini saya gunakan dua data, yaitu data inflasi dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan data harga emas internasional dari Kitco. Untuk data inflasi BPS, saya hanya dapat data untuk tujuh tahun terakhir yaitu sejak 2007-2013 (yg terakhir ini estimasi). Data ini kemudian saya sajikan dalam grafik berikut.


Sumber Data Inflasi : BPS; 2013 estimasi 7 %

Cara membacanya adalah, seandainya tahun 2006 kita membeli barang secara umum seharga Rp 780,000 – yaitu setara 1 Dinar saat itu, maka mengikuti data inflasi tersebut barang yang sama saat ini dapat kita beli dengan harga Rp 1,174,000,-. 1 Dinar yang saat ini sekitar Rp 1,800,000,- tetap lebih dari cukup untuk membeli barang tersebut pada harganya sekarang.

Inilah fungsi proteksi nilai itu, yang ditunjukkan dalam grafik yang masih berada di atas grafik harga inflasi.

Untuk data yang lebih panjang yaitu dalam rentang 43 tahun sejak tahun 1970-2013, atas permintaan salah satu pembaca saya sajikan dalam bentuk table berikut.


Sumber : Kitco dlll

Cara membaca table tersebut adalah bila Anda pada tahun 1970 memiliki uang Rp 1,- yang saat itu cukup untuk membeli 1 krupuk, berapa krupuk yang Anda bisa beli saat ini dengan uang Rp 1 ,- ? Ternyata harga krupuk saat ini adalah Rp 1,000,- sehingga uang Rp 1,- hanya cukup untuk membeli 1/1000 krupuk.

Surprise ?, data yang saya kumpulkan dan olah dari Kitco dan perbagai sumber informasi nilai tukar menghasilkan perhitungan daya beli 1 Rupiah terhadap krupuk per pagi ini adalah 0.0012 atau sangat-sangat dekat dengan 1/1,000 bukti empiris lapangan – Anda bisa beli krupuk di kantin Anda dengan harga Rp 1,000 ini insyaAllah. Saya sajikan pula satuan-satuan yang lebih besar karena tentu uang Anda bukan hanya untuk membeli krupuk !

Grafik dan table tersebut di atas menguatkan teori bahwa emas adalah instrumen proteksi nilai yang efektif untuk jangka panjang. Bila Anda kecewa dengan penurunan nilainya akhir-akhir ini, bisa jadi karena Anda baru menggunakannya untuk beberapa tahun terakhir – sehingga belum cukup lama untuk bisa menikmati efektifitas fungsi proteksi nilainya. Wa Allahu A’lam.

- See more at: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1263-harga-emas-jatuh-masihkah-berfungsi-sebagai-proteksi-nilai#sthash.I7u4kOIQ.dpuf

Harga Emas Jatuh, Masihkah Berfungsi Sebagai Proteksi Nilai…?

Untuk kedua kalinya dalam beberapa bulan terakhir harga emas jatuh, pagi ini harga emas di pasar internasional di kisaran US$ 1,283/ozt dan Dinar berada di kisaran Rp 1,800,000,-. Penyebabnya masih sama yaitu sebagaimana kenaikannya didorong oleh kebijakan Quantitative Easing (QE) the Fed, kejatuhannya juga disebabkan oleh (rencana) penghentian QE ini. Pertanyaannya adalah, masihkah emas atau Dinar efektif untuk instrumen proteksi nilai ?

Untuk menjawab ini saya gunakan dua data, yaitu data inflasi dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan data harga emas internasional dari Kitco. Untuk data inflasi BPS, saya hanya dapat data untuk tujuh tahun terakhir yaitu sejak 2007-2013 (yg terakhir ini estimasi). Data ini kemudian saya sajikan dalam grafik berikut.


Sumber Data Inflasi : BPS; 2013 estimasi 7 %

Cara membacanya adalah, seandainya tahun 2006 kita membeli barang secara umum seharga Rp 780,000 – yaitu setara 1 Dinar saat itu, maka mengikuti data inflasi tersebut barang yang sama saat ini dapat kita beli dengan harga Rp 1,174,000,-. 1 Dinar yang saat ini sekitar Rp 1,800,000,- tetap lebih dari cukup untuk membeli barang tersebut pada harganya sekarang.

Inilah fungsi proteksi nilai itu, yang ditunjukkan dalam grafik yang masih berada di atas grafik harga inflasi.

Untuk data yang lebih panjang yaitu dalam rentang 43 tahun sejak tahun 1970-2013, atas permintaan salah satu pembaca saya sajikan dalam bentuk table berikut.


Sumber : Kitco dlll

Cara membaca table tersebut adalah bila Anda pada tahun 1970 memiliki uang Rp 1,- yang saat itu cukup untuk membeli 1 krupuk, berapa krupuk yang Anda bisa beli saat ini dengan uang Rp 1 ,- ? Ternyata harga krupuk saat ini adalah Rp 1,000,- sehingga uang Rp 1,- hanya cukup untuk membeli 1/1000 krupuk.

Surprise ?, data yang saya kumpulkan dan olah dari Kitco dan perbagai sumber informasi nilai tukar menghasilkan perhitungan daya beli 1 Rupiah terhadap krupuk per pagi ini adalah 0.0012 atau sangat-sangat dekat dengan 1/1,000 bukti empiris lapangan – Anda bisa beli krupuk di kantin Anda dengan harga Rp 1,000 ini insyaAllah. Saya sajikan pula satuan-satuan yang lebih besar karena tentu uang Anda bukan hanya untuk membeli krupuk !

Grafik dan table tersebut di atas menguatkan teori bahwa emas adalah instrumen proteksi nilai yang efektif untuk jangka panjang. Bila Anda kecewa dengan penurunan nilainya akhir-akhir ini, bisa jadi karena Anda baru menggunakannya untuk beberapa tahun terakhir – sehingga belum cukup lama untuk bisa menikmati efektifitas fungsi proteksi nilainya. Wa Allahu A’lam.

- See more at: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1263-harga-emas-jatuh-masihkah-berfungsi-sebagai-proteksi-nilai#sthash.I7u4kOIQ.dpuf

Harga Emas Jatuh, Masihkah Berfungsi Sebagai Proteksi Nilai…?

Untuk kedua kalinya dalam beberapa bulan terakhir harga emas jatuh, pagi ini harga emas di pasar internasional di kisaran US$ 1,283/ozt dan Dinar berada di kisaran Rp 1,800,000,-. Penyebabnya masih sama yaitu sebagaimana kenaikannya didorong oleh kebijakan Quantitative Easing (QE) the Fed, kejatuhannya juga disebabkan oleh (rencana) penghentian QE ini. Pertanyaannya adalah, masihkah emas atau Dinar efektif untuk instrumen proteksi nilai ?

Untuk menjawab ini saya gunakan dua data, yaitu data inflasi dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan data harga emas internasional dari Kitco. Untuk data inflasi BPS, saya hanya dapat data untuk tujuh tahun terakhir yaitu sejak 2007-2013 (yg terakhir ini estimasi). Data ini kemudian saya sajikan dalam grafik berikut.


Sumber Data Inflasi : BPS; 2013 estimasi 7 %

Cara membacanya adalah, seandainya tahun 2006 kita membeli barang secara umum seharga Rp 780,000 – yaitu setara 1 Dinar saat itu, maka mengikuti data inflasi tersebut barang yang sama saat ini dapat kita beli dengan harga Rp 1,174,000,-. 1 Dinar yang saat ini sekitar Rp 1,800,000,- tetap lebih dari cukup untuk membeli barang tersebut pada harganya sekarang.

Inilah fungsi proteksi nilai itu, yang ditunjukkan dalam grafik yang masih berada di atas grafik harga inflasi.

Untuk data yang lebih panjang yaitu dalam rentang 43 tahun sejak tahun 1970-2013, atas permintaan salah satu pembaca saya sajikan dalam bentuk table berikut.


Sumber : Kitco dlll

Cara membaca table tersebut adalah bila Anda pada tahun 1970 memiliki uang Rp 1,- yang saat itu cukup untuk membeli 1 krupuk, berapa krupuk yang Anda bisa beli saat ini dengan uang Rp 1 ,- ? Ternyata harga krupuk saat ini adalah Rp 1,000,- sehingga uang Rp 1,- hanya cukup untuk membeli 1/1000 krupuk.

Surprise ?, data yang saya kumpulkan dan olah dari Kitco dan perbagai sumber informasi nilai tukar menghasilkan perhitungan daya beli 1 Rupiah terhadap krupuk per pagi ini adalah 0.0012 atau sangat-sangat dekat dengan 1/1,000 bukti empiris lapangan – Anda bisa beli krupuk di kantin Anda dengan harga Rp 1,000 ini insyaAllah. Saya sajikan pula satuan-satuan yang lebih besar karena tentu uang Anda bukan hanya untuk membeli krupuk !

Grafik dan table tersebut di atas menguatkan teori bahwa emas adalah instrumen proteksi nilai yang efektif untuk jangka panjang. Bila Anda kecewa dengan penurunan nilainya akhir-akhir ini, bisa jadi karena Anda baru menggunakannya untuk beberapa tahun terakhir – sehingga belum cukup lama untuk bisa menikmati efektifitas fungsi proteksi nilainya. Wa Allahu A’lam.

- See more at: http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1263-harga-emas-jatuh-masihkah-berfungsi-sebagai-proteksi-nilai#sthash.I7u4kOIQ.dpuf