Emas Di Antara Pesimism dan Optimism…
Kategori : Dinar/Emas
Published on Saturday, 29 June 2013 09:19
Oleh : Muhaimin Iqbal
Setelah penurunan beruntun harga emas dunia sejak April lalu, tidak dipungkiri bahwa semakin banyak pihak yang pesimis dengan perkembangan harga emas kedepan. Pada saat yang bersamaan tentu masih ada juga yang tetap optimis atau setidaknya mengambil kesempatan dari harga emas yang terdiscount secara besar-besaran ini. Siapa yang pesimis dan siapa yang optimis ?
Yang pesimis pada umumnya adalah para investor dan spekulan yang memandang emas hanya sebagai salah satu instrument investasi saja. Mereka ini antara lain terpersonifikasi pada diri George Soros untuk individual dan Goldman Sachs untuk institusi. Perilaku keduanya terhadap emas telah ikut mendorong jatuhnya harga emas dunia dalam beberapa bulan terakhir. Yang pesimis ini jumlahnya sedikit, tetapi mereka inilah yang perkasa di perdagangan emas dunia – terutama yang dalam bentuk paper seperti ETF dlsb. Jadi meskipun jumlahnya sedikit mereka tetap mampu mengguncang dunia perdagangan emas. Lantas siapa yang masih bisa optimism dan bahkan mengambil kesempatan dalam kejatuhan harga emas dunia ini ?
Mereka ini adalah masyarakat yang secara tradisi memang menggunakan emas sebagai bagian dari lifestyle-nya. Masyarakat China dan India yang penduduknya mewakili sekitar 40% dari penduduk dunia, kebutuhan emas fisiknya mewakili sekitar 61 % dari pasar emas fisik dunia. Pasca kejatuhan harga emas di bulan April lalu, emas fisik di India rata-rata diperdagangkan lebih tinggi sekitar US$ 40 /ozt diatas harga emas dunia per troy ounce-nya. Dua pekan lalu sekitar 10,000-an orang di China rela ngantri di jalan untuk memborong emas yang lagi jatuh harganya. Di sinilah ironinya, pasar emas fisik yang begitu besar seperti di India, China dan bahkan juga Indonesia, dalam hal harga masih sangat terpengaruhi oleh pasar emas non fisik. Sebaliknya Amerika dan Eropa dimana pasar emas fisiknya hanya sekitar 10% dari pasar emas fisik dunia, perdagangan bursanya yang di London dan New York seolah menjadi penentu harga emas dunia.
Pasar Emas Fisik Dunia (Source : World Gold Council) Lantas dimana posisi kita di antara kedua kelompok tersebut di atas ? Kita bukan George Soros atau Goldman Sachs, tapi kita juga bukan India atau China. Kita membutuhkan emas bukan sebagai investasi atau hanya sekedar lindung nilai, kita membutuhkan emas untuk timbangan yang adil dalam muamalah, dan bahkan juga membutuhkan emas untuk pelaksanaan sebagian syariat itu sendiri seperti menentukan nilai untuk membayar zakat dlsb. Bahkan negeri ini sebenarnya juga butuh tambahan cadangan emas di bank sentral yang kini tinggal sekitar 73 ton atau sekitar 24% lebih rendah dari cadangan emas kita selama seperempat abad antara tahun 1981 s/d 2006. Kalau tidak bisa menambah, setidaknya kini kesempatan baik untuk membeli kembali emas yang pernah kita jual di akhir 2006 – mumpung harga lagi murah ! Belasan negara di dunia menambah cadangan emas di bank sentral-nya sepanjang tahun lalu, mengapa tidak Indonesia ? Bagi negeri-negeri yang penduduknya mayoritas Islam, selain meningkatkan cadangan emas bank sentralnya, mestinya bisa juga mengikuti apa yang dilakukan India dan China – yaitu mendorong rakyatnya menguasai emas fisik dunia. Bukan untuk ditimbun atau sekedar dijadikan perhiasan, tetapi agar kita punya timbangan yang adil untuk muamalah itu kembali – mumpung harga emas dunia lagi murah. Wa Allahu A’lam. -
Emas Di Antara Pesimism dan Optimism…
- Kategori : Dinar/Emas
- Published on Saturday, 29 June 2013 09:19
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Setelah
penurunan beruntun harga emas dunia sejak April lalu, tidak dipungkiri
bahwa semakin banyak pihak yang pesimis dengan perkembangan harga emas
kedepan. Pada saat yang bersamaan tentu masih ada juga yang tetap
optimis atau setidaknya mengambil kesempatan dari harga emas yang
terdiscount secara besar-besaran ini. Siapa yang pesimis dan siapa yang
optimis ?
Yang
pesimis pada umumnya adalah para investor dan spekulan yang memandang
emas hanya sebagai salah satu instrument investasi saja. Mereka ini
antara lain terpersonifikasi pada diri George Soros untuk individual dan
Goldman Sachs untuk institusi. Perilaku keduanya terhadap emas telah
ikut mendorong jatuhnya harga emas dunia dalam beberapa bulan terakhir.
Yang pesimis ini jumlahnya
sedikit, tetapi mereka inilah yang perkasa di perdagangan emas dunia –
terutama yang dalam bentuk paper seperti ETF dlsb. Jadi meskipun
jumlahnya sedikit mereka tetap mampu mengguncang dunia perdagangan emas.
Lantas
siapa yang masih bisa optimism dan bahkan mengambil kesempatan dalam
kejatuhan harga emas dunia ini ? Mereka ini adalah masyarakat yang
secara tradisi memang menggunakan emas sebagai bagian dari lifestyle-nya.
Masyarakat China dan India yang penduduknya mewakili sekitar 40% dari
penduduk dunia, kebutuhan emas fisiknya mewakili sekitar 61 % dari pasar
emas fisik dunia.
Pasca
kejatuhan harga emas di bulan April lalu, emas fisik di India rata-rata
diperdagangkan lebih tinggi sekitar US$ 40 /ozt diatas harga emas dunia
per troy ounce-nya. Dua pekan lalu sekitar 10,000-an orang di China
rela ngantri di jalan untuk memborong emas yang lagi jatuh harganya.
Di
sinilah ironinya, pasar emas fisik yang begitu besar seperti di India,
China dan bahkan juga Indonesia, dalam hal harga masih sangat
terpengaruhi oleh pasar emas non fisik. Sebaliknya Amerika dan Eropa
dimana pasar emas fisiknya hanya sekitar 10% dari pasar emas fisik
dunia, perdagangan bursanya yang di London dan New York seolah menjadi
penentu harga emas dunia.
Lantas
dimana posisi kita di antara kedua kelompok tersebut di atas ? Kita
bukan George Soros atau Goldman Sachs, tapi kita juga bukan India atau
China. Kita membutuhkan emas bukan sebagai investasi atau hanya sekedar
lindung nilai, kita membutuhkan emas untuk timbangan yang adil dalam
muamalah, dan bahkan juga membutuhkan emas untuk pelaksanaan sebagian
syariat itu sendiri seperti menentukan nilai untuk membayar zakat dlsb.
Bahkan
negeri ini sebenarnya juga butuh tambahan cadangan emas di bank sentral
yang kini tinggal sekitar 73 ton atau sekitar 24% lebih rendah dari
cadangan emas kita selama seperempat abad antara tahun 1981 s/d 2006. Kalau tidak bisa menambah, setidaknya kini kesempatan baik untuk membeli kembali emas yang pernah kita jual di akhir 2006 – mumpung
harga lagi murah ! Belasan negara di dunia menambah cadangan emas di
bank sentral-nya sepanjang tahun lalu, mengapa tidak Indonesia ?
Bagi
negeri-negeri yang penduduknya mayoritas Islam, selain meningkatkan
cadangan emas bank sentralnya, mestinya bisa juga mengikuti apa yang
dilakukan India dan China – yaitu mendorong rakyatnya menguasai emas
fisik dunia. Bukan untuk ditimbun atau sekedar dijadikan perhiasan,
tetapi agar kita punya timbangan yang adil untuk muamalah itu kembali –
mumpung harga emas dunia lagi murah. Wa Allahu A’lam.
- See
more at:
http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1268-emas-di-antara-pesimism-dan-optimism#sthash.mHSYQjaZ.dpufEmas Di Antara Pesimism dan Optimism…
- Kategori : Dinar/Emas
- Published on Saturday, 29 June 2013 09:19
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Setelah
penurunan beruntun harga emas dunia sejak April lalu, tidak dipungkiri
bahwa semakin banyak pihak yang pesimis dengan perkembangan harga emas
kedepan. Pada saat yang bersamaan tentu masih ada juga yang tetap
optimis atau setidaknya mengambil kesempatan dari harga emas yang
terdiscount secara besar-besaran ini. Siapa yang pesimis dan siapa yang
optimis ?
Yang
pesimis pada umumnya adalah para investor dan spekulan yang memandang
emas hanya sebagai salah satu instrument investasi saja. Mereka ini
antara lain terpersonifikasi pada diri George Soros untuk individual dan
Goldman Sachs untuk institusi. Perilaku keduanya terhadap emas telah
ikut mendorong jatuhnya harga emas dunia dalam beberapa bulan terakhir.
Yang pesimis ini jumlahnya
sedikit, tetapi mereka inilah yang perkasa di perdagangan emas dunia –
terutama yang dalam bentuk paper seperti ETF dlsb. Jadi meskipun
jumlahnya sedikit mereka tetap mampu mengguncang dunia perdagangan emas.
Lantas
siapa yang masih bisa optimism dan bahkan mengambil kesempatan dalam
kejatuhan harga emas dunia ini ? Mereka ini adalah masyarakat yang
secara tradisi memang menggunakan emas sebagai bagian dari lifestyle-nya.
Masyarakat China dan India yang penduduknya mewakili sekitar 40% dari
penduduk dunia, kebutuhan emas fisiknya mewakili sekitar 61 % dari pasar
emas fisik dunia.
Pasca
kejatuhan harga emas di bulan April lalu, emas fisik di India rata-rata
diperdagangkan lebih tinggi sekitar US$ 40 /ozt diatas harga emas dunia
per troy ounce-nya. Dua pekan lalu sekitar 10,000-an orang di China
rela ngantri di jalan untuk memborong emas yang lagi jatuh harganya.
Di
sinilah ironinya, pasar emas fisik yang begitu besar seperti di India,
China dan bahkan juga Indonesia, dalam hal harga masih sangat
terpengaruhi oleh pasar emas non fisik. Sebaliknya Amerika dan Eropa
dimana pasar emas fisiknya hanya sekitar 10% dari pasar emas fisik
dunia, perdagangan bursanya yang di London dan New York seolah menjadi
penentu harga emas dunia.
Lantas
dimana posisi kita di antara kedua kelompok tersebut di atas ? Kita
bukan George Soros atau Goldman Sachs, tapi kita juga bukan India atau
China. Kita membutuhkan emas bukan sebagai investasi atau hanya sekedar
lindung nilai, kita membutuhkan emas untuk timbangan yang adil dalam
muamalah, dan bahkan juga membutuhkan emas untuk pelaksanaan sebagian
syariat itu sendiri seperti menentukan nilai untuk membayar zakat dlsb.
Bahkan
negeri ini sebenarnya juga butuh tambahan cadangan emas di bank sentral
yang kini tinggal sekitar 73 ton atau sekitar 24% lebih rendah dari
cadangan emas kita selama seperempat abad antara tahun 1981 s/d 2006. Kalau tidak bisa menambah, setidaknya kini kesempatan baik untuk membeli kembali emas yang pernah kita jual di akhir 2006 – mumpung
harga lagi murah ! Belasan negara di dunia menambah cadangan emas di
bank sentral-nya sepanjang tahun lalu, mengapa tidak Indonesia ?
Bagi
negeri-negeri yang penduduknya mayoritas Islam, selain meningkatkan
cadangan emas bank sentralnya, mestinya bisa juga mengikuti apa yang
dilakukan India dan China – yaitu mendorong rakyatnya menguasai emas
fisik dunia. Bukan untuk ditimbun atau sekedar dijadikan perhiasan,
tetapi agar kita punya timbangan yang adil untuk muamalah itu kembali –
mumpung harga emas dunia lagi murah. Wa Allahu A’lam.
- See
more at:
http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/82-gd-articles/dinar-emas/1268-emas-di-antara-pesimism-dan-optimism#sthash.mHSYQjaZ.dpufHarga Emas Jatuh, Masihkah Berfungsi Sebagai Proteksi Nilai…?
- Kategori : Dinar/Emas
- Published on Friday, 21 June 2013 07:24
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Untuk
kedua kalinya dalam beberapa bulan terakhir harga emas jatuh, pagi ini
harga emas di pasar internasional di kisaran US$ 1,283/ozt dan Dinar
berada di kisaran Rp 1,800,000,-. Penyebabnya masih sama yaitu
sebagaimana kenaikannya didorong oleh kebijakan Quantitative Easing (QE) the Fed,
kejatuhannya juga disebabkan oleh (rencana) penghentian QE ini.
Pertanyaannya adalah, masihkah emas atau Dinar efektif untuk instrumen
proteksi nilai ?
Untuk
menjawab ini saya gunakan dua data, yaitu data inflasi dari Biro Pusat
Statistik (BPS) dan data harga emas internasional dari Kitco. Untuk data
inflasi BPS, saya hanya dapat data untuk tujuh tahun terakhir yaitu
sejak 2007-2013 (yg terakhir ini estimasi). Data ini kemudian saya
sajikan dalam grafik berikut.
Cara
membacanya adalah, seandainya tahun 2006 kita membeli barang secara
umum seharga Rp 780,000 – yaitu setara 1 Dinar saat itu, maka mengikuti
data inflasi tersebut barang yang sama saat ini dapat kita beli dengan
harga Rp 1,174,000,-. 1 Dinar yang saat ini sekitar Rp 1,800,000,- tetap
lebih dari cukup untuk membeli barang tersebut pada harganya sekarang.
Inilah fungsi proteksi nilai itu, yang ditunjukkan dalam grafik yang masih berada di atas grafik harga inflasi.
Untuk
data yang lebih panjang yaitu dalam rentang 43 tahun sejak tahun
1970-2013, atas permintaan salah satu pembaca saya sajikan dalam bentuk
table berikut.
Cara
membaca table tersebut adalah bila Anda pada tahun 1970 memiliki uang
Rp 1,- yang saat itu cukup untuk membeli 1 krupuk, berapa krupuk yang
Anda bisa beli saat ini dengan uang Rp 1 ,- ? Ternyata harga krupuk saat
ini adalah Rp 1,000,- sehingga uang Rp 1,- hanya cukup untuk membeli
1/1000 krupuk.
Surprise
?, data yang saya kumpulkan dan olah dari Kitco dan perbagai sumber
informasi nilai tukar menghasilkan perhitungan daya beli 1 Rupiah
terhadap krupuk per pagi ini adalah 0.0012 atau sangat-sangat dekat
dengan 1/1,000 bukti empiris lapangan – Anda bisa beli krupuk di kantin
Anda dengan harga Rp 1,000 ini insyaAllah. Saya sajikan pula
satuan-satuan yang lebih besar karena tentu uang Anda bukan hanya untuk
membeli krupuk !
Grafik
dan table tersebut di atas menguatkan teori bahwa emas adalah instrumen
proteksi nilai yang efektif untuk jangka panjang. Bila Anda kecewa
dengan penurunan nilainya akhir-akhir ini, bisa jadi karena Anda baru
menggunakannya untuk beberapa tahun terakhir – sehingga belum cukup lama
untuk bisa menikmati efektifitas fungsi proteksi nilainya. Wa Allahu
A’lam.
Harga Emas Jatuh, Masihkah Berfungsi Sebagai Proteksi Nilai…?
- Kategori : Dinar/Emas
- Published on Friday, 21 June 2013 07:24
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Untuk
kedua kalinya dalam beberapa bulan terakhir harga emas jatuh, pagi ini
harga emas di pasar internasional di kisaran US$ 1,283/ozt dan Dinar
berada di kisaran Rp 1,800,000,-. Penyebabnya masih sama yaitu
sebagaimana kenaikannya didorong oleh kebijakan Quantitative Easing (QE) the Fed,
kejatuhannya juga disebabkan oleh (rencana) penghentian QE ini.
Pertanyaannya adalah, masihkah emas atau Dinar efektif untuk instrumen
proteksi nilai ?
Untuk
menjawab ini saya gunakan dua data, yaitu data inflasi dari Biro Pusat
Statistik (BPS) dan data harga emas internasional dari Kitco. Untuk data
inflasi BPS, saya hanya dapat data untuk tujuh tahun terakhir yaitu
sejak 2007-2013 (yg terakhir ini estimasi). Data ini kemudian saya
sajikan dalam grafik berikut.
Cara
membacanya adalah, seandainya tahun 2006 kita membeli barang secara
umum seharga Rp 780,000 – yaitu setara 1 Dinar saat itu, maka mengikuti
data inflasi tersebut barang yang sama saat ini dapat kita beli dengan
harga Rp 1,174,000,-. 1 Dinar yang saat ini sekitar Rp 1,800,000,- tetap
lebih dari cukup untuk membeli barang tersebut pada harganya sekarang.
Inilah fungsi proteksi nilai itu, yang ditunjukkan dalam grafik yang masih berada di atas grafik harga inflasi.
Untuk
data yang lebih panjang yaitu dalam rentang 43 tahun sejak tahun
1970-2013, atas permintaan salah satu pembaca saya sajikan dalam bentuk
table berikut.
Cara
membaca table tersebut adalah bila Anda pada tahun 1970 memiliki uang
Rp 1,- yang saat itu cukup untuk membeli 1 krupuk, berapa krupuk yang
Anda bisa beli saat ini dengan uang Rp 1 ,- ? Ternyata harga krupuk saat
ini adalah Rp 1,000,- sehingga uang Rp 1,- hanya cukup untuk membeli
1/1000 krupuk.
Surprise
?, data yang saya kumpulkan dan olah dari Kitco dan perbagai sumber
informasi nilai tukar menghasilkan perhitungan daya beli 1 Rupiah
terhadap krupuk per pagi ini adalah 0.0012 atau sangat-sangat dekat
dengan 1/1,000 bukti empiris lapangan – Anda bisa beli krupuk di kantin
Anda dengan harga Rp 1,000 ini insyaAllah. Saya sajikan pula
satuan-satuan yang lebih besar karena tentu uang Anda bukan hanya untuk
membeli krupuk !
Grafik
dan table tersebut di atas menguatkan teori bahwa emas adalah instrumen
proteksi nilai yang efektif untuk jangka panjang. Bila Anda kecewa
dengan penurunan nilainya akhir-akhir ini, bisa jadi karena Anda baru
menggunakannya untuk beberapa tahun terakhir – sehingga belum cukup lama
untuk bisa menikmati efektifitas fungsi proteksi nilainya. Wa Allahu
A’lam.
Harga Emas Jatuh, Masihkah Berfungsi Sebagai Proteksi Nilai…?
- Kategori : Dinar/Emas
- Published on Friday, 21 June 2013 07:24
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Untuk
kedua kalinya dalam beberapa bulan terakhir harga emas jatuh, pagi ini
harga emas di pasar internasional di kisaran US$ 1,283/ozt dan Dinar
berada di kisaran Rp 1,800,000,-. Penyebabnya masih sama yaitu
sebagaimana kenaikannya didorong oleh kebijakan Quantitative Easing (QE) the Fed,
kejatuhannya juga disebabkan oleh (rencana) penghentian QE ini.
Pertanyaannya adalah, masihkah emas atau Dinar efektif untuk instrumen
proteksi nilai ?
Untuk
menjawab ini saya gunakan dua data, yaitu data inflasi dari Biro Pusat
Statistik (BPS) dan data harga emas internasional dari Kitco. Untuk data
inflasi BPS, saya hanya dapat data untuk tujuh tahun terakhir yaitu
sejak 2007-2013 (yg terakhir ini estimasi). Data ini kemudian saya
sajikan dalam grafik berikut.
Cara
membacanya adalah, seandainya tahun 2006 kita membeli barang secara
umum seharga Rp 780,000 – yaitu setara 1 Dinar saat itu, maka mengikuti
data inflasi tersebut barang yang sama saat ini dapat kita beli dengan
harga Rp 1,174,000,-. 1 Dinar yang saat ini sekitar Rp 1,800,000,- tetap
lebih dari cukup untuk membeli barang tersebut pada harganya sekarang.
Inilah fungsi proteksi nilai itu, yang ditunjukkan dalam grafik yang masih berada di atas grafik harga inflasi.
Untuk
data yang lebih panjang yaitu dalam rentang 43 tahun sejak tahun
1970-2013, atas permintaan salah satu pembaca saya sajikan dalam bentuk
table berikut.
Cara
membaca table tersebut adalah bila Anda pada tahun 1970 memiliki uang
Rp 1,- yang saat itu cukup untuk membeli 1 krupuk, berapa krupuk yang
Anda bisa beli saat ini dengan uang Rp 1 ,- ? Ternyata harga krupuk saat
ini adalah Rp 1,000,- sehingga uang Rp 1,- hanya cukup untuk membeli
1/1000 krupuk.
Surprise
?, data yang saya kumpulkan dan olah dari Kitco dan perbagai sumber
informasi nilai tukar menghasilkan perhitungan daya beli 1 Rupiah
terhadap krupuk per pagi ini adalah 0.0012 atau sangat-sangat dekat
dengan 1/1,000 bukti empiris lapangan – Anda bisa beli krupuk di kantin
Anda dengan harga Rp 1,000 ini insyaAllah. Saya sajikan pula
satuan-satuan yang lebih besar karena tentu uang Anda bukan hanya untuk
membeli krupuk !
Grafik
dan table tersebut di atas menguatkan teori bahwa emas adalah instrumen
proteksi nilai yang efektif untuk jangka panjang. Bila Anda kecewa
dengan penurunan nilainya akhir-akhir ini, bisa jadi karena Anda baru
menggunakannya untuk beberapa tahun terakhir – sehingga belum cukup lama
untuk bisa menikmati efektifitas fungsi proteksi nilainya. Wa Allahu
A’lam.
Harga Emas Jatuh, Masihkah Berfungsi Sebagai Proteksi Nilai…?
- Kategori : Dinar/Emas
- Published on Friday, 21 June 2013 07:24
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Untuk
kedua kalinya dalam beberapa bulan terakhir harga emas jatuh, pagi ini
harga emas di pasar internasional di kisaran US$ 1,283/ozt dan Dinar
berada di kisaran Rp 1,800,000,-. Penyebabnya masih sama yaitu
sebagaimana kenaikannya didorong oleh kebijakan Quantitative Easing (QE) the Fed,
kejatuhannya juga disebabkan oleh (rencana) penghentian QE ini.
Pertanyaannya adalah, masihkah emas atau Dinar efektif untuk instrumen
proteksi nilai ?
Untuk
menjawab ini saya gunakan dua data, yaitu data inflasi dari Biro Pusat
Statistik (BPS) dan data harga emas internasional dari Kitco. Untuk data
inflasi BPS, saya hanya dapat data untuk tujuh tahun terakhir yaitu
sejak 2007-2013 (yg terakhir ini estimasi). Data ini kemudian saya
sajikan dalam grafik berikut.
Cara
membacanya adalah, seandainya tahun 2006 kita membeli barang secara
umum seharga Rp 780,000 – yaitu setara 1 Dinar saat itu, maka mengikuti
data inflasi tersebut barang yang sama saat ini dapat kita beli dengan
harga Rp 1,174,000,-. 1 Dinar yang saat ini sekitar Rp 1,800,000,- tetap
lebih dari cukup untuk membeli barang tersebut pada harganya sekarang.
Inilah fungsi proteksi nilai itu, yang ditunjukkan dalam grafik yang masih berada di atas grafik harga inflasi.
Untuk
data yang lebih panjang yaitu dalam rentang 43 tahun sejak tahun
1970-2013, atas permintaan salah satu pembaca saya sajikan dalam bentuk
table berikut.
Cara
membaca table tersebut adalah bila Anda pada tahun 1970 memiliki uang
Rp 1,- yang saat itu cukup untuk membeli 1 krupuk, berapa krupuk yang
Anda bisa beli saat ini dengan uang Rp 1 ,- ? Ternyata harga krupuk saat
ini adalah Rp 1,000,- sehingga uang Rp 1,- hanya cukup untuk membeli
1/1000 krupuk.
Surprise
?, data yang saya kumpulkan dan olah dari Kitco dan perbagai sumber
informasi nilai tukar menghasilkan perhitungan daya beli 1 Rupiah
terhadap krupuk per pagi ini adalah 0.0012 atau sangat-sangat dekat
dengan 1/1,000 bukti empiris lapangan – Anda bisa beli krupuk di kantin
Anda dengan harga Rp 1,000 ini insyaAllah. Saya sajikan pula
satuan-satuan yang lebih besar karena tentu uang Anda bukan hanya untuk
membeli krupuk !
Grafik
dan table tersebut di atas menguatkan teori bahwa emas adalah instrumen
proteksi nilai yang efektif untuk jangka panjang. Bila Anda kecewa
dengan penurunan nilainya akhir-akhir ini, bisa jadi karena Anda baru
menggunakannya untuk beberapa tahun terakhir – sehingga belum cukup lama
untuk bisa menikmati efektifitas fungsi proteksi nilainya. Wa Allahu
A’lam.