Bila Financial Catastrophe Global Terjadi, Kemana Kita Bisa Berlari...? |
Oleh Muhaimin Iqbal |
Rabu, 30 March 2011 07:26 |
Catastrophe adalah istilah untuk kejadian atau musibah luar biasa yang sangat besar dampaknya bagi harta benda dan jiwa manusia. Dalam dunia risk management istilah ini biasa digunakan untuk bencana alam sekelas tsunami Aceh akhir 2004, dan yang masih segar diingatan kita adalah gempa bumi dan tsunami di Jepang yang kemudian juga disusul dengan bencana radiasi radioaktif. Sejak krisis financial 2008, karena skalanya yang luar biasa – para financial risk manager juga mulai menggunakan istilah catastrophe ini untuk menggambarkan luasnya dampak bencana financial waktu itu. Pekan lalu istilah Financial Catastrophe kembali diangkat di media oleh sekelompok mantan ahli ekonomi Gedung Putih dengan membuat surat terbuka yang intinya mengingatkan bahwa mendung Financial Catastrophe sedang membayangi negeri itu. Yang lebih konkrit lagi, akhir pekan lalu juga – LSM yang misinya menyiapkan warga Amerika untuk menghadapi hyperinflasi – National Inflation Association (NIA) - me-release 12 tanda-tanda bahwa hyperinflasi bisa jadi akan segera terjadi di negeri itu. 12 tanda-tanda ini adalah : 1. Federal Reserve yang membeli sendiri sampai 70% surat hutang baru yang dikeluarkan negeri itu. Artinya surat hutang negeri itu mulai tidak laku dijual. 2. Pihak swasta mulai menghentikan pembelian surat utang negara. 3. China mulai ancang-ancang meninggalkan US Dollars sebagai reserve currency-nya. 4. Jepang yang merupakan negara no 2 terbesar pemegang surat utang negara AS mulai menjual portfolio-nya. 5. Tidak biasanya, tingkat suku bunga the Fed kini berada pada angka 0.00 – 0.25 % sejak Desember 2008. 6. Year –Over- Year (yoy) Consumer Price Index (CPI) meningkat sampai 92% selama tiga bulan terakhir. 7. Lalainya control media dan masyarakat akan tingginya kenaikan CPI di no 6. 8. Budget Deficit yang memecahkan rekor baru di angka US$ 222.5 Milyar. 9. Tingginya persentase deficit yang mencapai 43% dari total pengeluaran. 10. Obama yang dituduh berbohong dalam kebijakan luar negerinya. Dahulu warga negeri itu berharap Obama akan mengurangi keterlibatan dalam perang di negeri orang, kini ternyata malah memulai perang baru seperti di Libya – siapa lagi yang akan menanggung bebannya selain warga negeri itu sendiri ?. 11. Obama juga dituduh menyesatkan definisi Balanced Budget dengan mengeluarkan beban bunga dari hutang nasional-nya, padahal justru beban bunga ini yang meledak sangat besar. 12. Amerika harus memikul kenaikan beban bunga yang sangat besar yang besarnya diperkirakan bisa mencapai 30% - 40 % dari penerimaan pajak negeri itu. Tidak ada negeri yang bisa selamat dari hyperinflasi dengan beban bunga sebesar ini !. Dengan 12 tanda-tanda tersebut, NIA mengingatkan warga Amerika akan bahaya hyperinflasi yang diprediksi bisa terjadi pada paruh kedua tahun ini, atau bila tidak maka peluang terbesarnya adalah diantara tahun 2013 – 2015, dan bila tidak juga terjadi– maka hampir pasti menurut NIA hyperinflasi akan terjadi di Amerika sebelum dasawarsa ini berakhir. Apa relevansinya hyperinflasi di Amerika dengan kita yang jauh disini ?. Sama seperti gempa bumi di Jepang yang menimbulkan efek tsunami dan radiasi radioaktif – yang membuat seluruh dunia waspada, bila terjadi hyperinflasi di Amerika dengan uang Dollarnya – maka dia menjadi epicentrum dari gempa financial global yang tidak ada satu negarapun yang tidak akan terkena dampaknya. Bila terjadi hyperinflasi terhadap US$, daya beli uang ini akan runtuh – sedangkan hampir seluruh negara-negara di dunia memegangnya dalam berbagai bentuk. Kita juga memegangnya dalam bentuk cadangan devisa yang kini nilainya mendekati US$ 100 Milyar – tepatnya US$ 99.619 Milyar per 28/02/2011. Saling keterkaitan dengan US$ yang begitu kuat juga akan menyeret daya beli mata uang negara lain ikut runtuh bersamaan dengan runtuhnya Dollar. Lantas bagaimana kita menyikapi akan potensi Financial Catastrophe yang meskipun kemungkinan besar epicentrum gempanya nun jauh di Amerika sana tetapi dampaknya akan sampai ke kita juga ini ?. Jawabannya pernah saya tulis di sini melalui dua tulisan. Yaitu pertama belajar dari cara nabi Yusuf Alaihi Salam menafsirkan ‘prediksi’ paceklik dari mimpi sang raja (QS 12:47), bercocok tanam secara sungguh-sungguh selama tujuh tahun adalah jawabannya. Bercocok tanam disini adalah representasi upaya untuk mencukupi kebutuhan sendiri dari apa-apa yang bisa dihasilkan di bumi ini. Yang kedua adalah belajar dari apa yang dilakukan oleh seluruh nabi-nabi dan juga jenis pekerjaan yang diindikasikan dalam hadits akan tetap baik dilakukan hingga akhir jaman – yaitu menggembala (memelihara) kambing di bukit-bukit. Menggembala kambing di bukit-bukit adalah merepresentasikan pembebasan diri dari rusaknya system yang menyelimuti dunia saat itu. Keluar dari ecosystem global yang rusak dan membangun ecosystem skala kecil tetapi terjaga dengan baik adalah jawaban keduanya. Salah satu bukti empiris dari kebenaran petunjuk Al-Qur’an dan hadits tersebut diatas dapat saya saksikan di desa kelahiran saya – 4 jam perjalanan darat dari Surabaya ke arah barat. Hingga jaman modern kini di desa ini orang tetap bisa hidup nyaris tanpa uang – awalnya terpaksa !, karena begitu sedikitnya uang yang berputar di desa ini. Anda mungkin tidak kebayang, di sekolah madrasah yang didirikan bapak saya di desa itu – hingga kini kami hanya mampu membayar sekitar 40 gurunya dengan gaji di kisaran Rp 100,000 per orang per bulan. Tetapi jangan dibayangkan bahwa guru-guru tersebut adalah orang-orang yang menderita, mereka adalah orang-orang yang terhormat dan paling berpendidikan di desa itu. Dari penampilannya ketika mereka mengajar, Anda tidak akan mengira bahwa mereka adalah orang-orang yang bergaji Rp 100,000 per bulan. Semua mereka tampil keren dan terhormat di mata 700-an murid-muridnya. Lantas bagaimana mereka bisa hidup dengan Rp 100,000/bulan ?. disinilah rahasianya. Hampir segala macam kebutuhan hidup mereka bisa tercukupi dari apa yang tumbuh di pekarangan-pekarangan mereka di desa itu. Di desa seperti ini, dimana orang bisa hidup nyaris tanpa uang – bencana financial skala global sekalipun insyaallah tidak akan membawa dampak. Saya yakin sebagian dari Anda juga memiliki desa asal seperti saya, maka kembali membangun desa dengan sawah, ladang dan ternak-ternaknya insyaallah akan merupakan langkah yang jitu dalam membangun ketahanan ekonomi. Bagi Anda yang tidak memiliki desa Asal, Anda masih dapat men-create desa Anda sendiri di tempat-tempat yang tidak terlalu jauh dari Jakarta misalnya. Dengan memiliki desa-desa untuk 'kembali' ini, bila bencana financial global tidak terjadi, kita juga tidak rugi karena kita toh membangun desa kita sendiri. Bila bencana financial global seperti yang diingatkan oleh para ahli tersebut diatas benar-benar terjadi, kita-pun tahu kemana kita bisa berlari. InsyaAllah. |